Acha menutup buku catatannya ketika Jerry baru saja memberikan pengumuman di depan kelas bahwa jam pelajaran sebelum istirahat pertama akan kosong, sebab guru yang mengajar izin berhalangan hadir. Sontak saja pengumuman itu bagai kabar gembira bagi warga kelasnya dan mereka pun mulai asyik menikmati waktunya masing-masing. Berbanding terbalik dengan Acha yang menghela napas kecewa, sebab semalam ia sudah belajar untuk mempersiapkan kuis hari ini. Tapi jam pelajaran berakhir kosong. Tidak ada yang bisa Acha lakukan selain memasukkan kembali buku-buku pelajarannya ke dalam tas. Namun, pergerakan Acha tiba-tiba terhenti ketika ia berbalik hendak membuka tasnya.
Sepasang matanya kini terpaku pada meja yang telah ditinggal pemiliknya untuk selamanya. Kertas warna-warni tampak masih setia menghiasi meja Harsa, meskipun tiga bulan sudah berlalu. Terkadang beberapa murid lainnya juga masih sering menempelkan sticky notes di meja Harsa. Acha pun begitu. Meski pesan itu tak akan pernah terbalaskan, setidaknya Acha ingin menyampaikan rindunya.
Acha menarik napasnya perlahan sebelum kemudian ia kembali memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Sesak di dalam dada itu selalu menghampirinya ketika mengingat kembali hari-hari dimana Acha masih bisa menemukan Harsa di dalam kelas ini. Biasanya kalau jam kosong seperti ini, sudut kelas ini akan ramai karena empat pemuda yang duduk berdekatan itu akan heboh dengan obrolannya. Entah apa yang mereka bicarakan, namun satu hal yang pasti akan selalu ada gelak tawa yang menyenangkan terdengar dari sudut kelas itu. Tapi kini, sudut kelas itu telah kehilangan personilnya. Menyisakan tiga pemuda yang kini tak lagi sama seperti dulu dan Acha menyadari itu.
Pada jam kosong seperti ini, Acha lebih sering menemukan Jerry merebahkan kepalanya di atas meja setelah memberikan pengumuman. Juna lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan buku sketsa yang dulu pernah dilupakannya. Lalu, Nana akan asyik dengan hobi barunya yaitu membaca novel. Meskipun ada kalanya juga mereka bertiga heboh dengan obrolan yang random, namun tak akan seheboh dulu lagi.
Membiarkan keramaian di dalam kelasnya yang semakin riuh, Acha memilih untuk membawa langkahnya keluar dari kelas tanpa izin terlebih dahulu pada Jerry selaku ketua kelas. Yah, lagi pula Jerry pasti sudah terlelap di mejanya. Acha tak ingin mengganggu Jerry jika sudah berada dalam posisi seperti itu. Karena pernah waktu itu, Acha menemukan ada bekas air mata saat membangunkan Jerry.
Memang, merindukan seseorang yang telah tiada itu adalah salah satu hal yang paling menyakitkan. Entah hati kecil ini sudah selesai dengan kata ikhlas dan merelakan, tapi satu hal yang pasti bahwa mencoba menjalani hari-hari tanpanya tidaklah mudah.
Akhir-akhir ini Acha sempat berpikir, apakah keadaannya saat ini akan berbeda jika hari itu Acha memilih untuk mengabaikan Harsa? Apakah keputusannya hari itu yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Harsa adalah kesalahan? Apa yang akan terjadi jika Acha tak mengenal Harsa? Apakah Acha akan menjalani hari-harinya seperti biasa tanpa perlu merasakan sakit ditinggalkan oleh orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya? Entahlah, Acha tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
Fiksi PenggemarTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"