16. Adegan yang menyedihkan itu terjadi lagi.

3.5K 392 43
                                    

Garis lengkung perlahan terukir menghiasi wajah pemuda yang kini tengah mematut dirinya di depan cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Garis lengkung perlahan terukir menghiasi wajah pemuda yang kini tengah mematut dirinya di depan cermin. Abichandra Harsa Ardana, begitu nama yang tercetak pada name tag yang terpasang di seragamnya. Tampak gagah dengan seragam putih abu-abunya yang dikenakan dengan rapi. Pemuda itu juga sengaja menata rambutnya terutama di bagian poni agar dahinya bisa terlihat jelas. Entahlah, Harsa merasa persentase ketampanannya meningkat jika seperti itu.

Pagi ini Harsa akan menikmati sarapan bersama ayah, Mavin, dan juga Caka setelah sekian lama ia menghabiskan paginya sendirian. Kalau sudah berpenampilan seperti ini, ayah pasti akan senang melihatnya dan tidak akan memarahi Harsa seperti waktu itu. Ya, Harsa akui kalau dirinya memang terlihat kacau pagi itu.

Yang kurang dari penampilan Harsa hanyalah dasi berwarna abu-abu dengan logo Tut Wuri Handayani di bagian bawahnya. Benda itu tidak akan pernah Harsa kenakan sendiri, sebab Harsa tak begitu pandai memasangnya. Ah, lebih tepatnya Harsa tak ingin dirinya kembali larut dalam bayang-bayang masa lalu yang membuat dirinya kembali teringat akan sosok sang bunda yang ia rindukan. Sungguh, merindukan seseorang yang tak akan pernah bisa kembali lagi itu menyakitkan.

Sudah cukup. Hentikan lamunanmu, Harsa! Jangan sampai bulir bening itu menumpuk lagi di pelupuk matanya pagi ini. Bunda pasti juga tidak ingin putranya menangis di pagi yang cerah ini 'kan? Bunda juga pernah bilang kalau Harsa terlihat jelek ketika menangis. Jelas Harsa ingat dengan perkataan bunda hari itu. Hari dimana Harsa mengantarkan bunda ke ruang operasi untuk terakhir kalinya.

"Jangan nangis, bang. Abang jelek kalau nangis, serius deh. Harusnya abang senyum, biar bunda tenang."

Harsa kembali menatapi pantulan dirinya setelah mengantongi dasi abu-abu miliknya. Cukup lama pemuda itu larut dalam keheningannya hingga suara ketukan pintu menyadarkannya kembali.

"Abang..."

Ketika Harsa berbalik, segera ia menemukan presensi Caka yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Setelah hari-harinya yang belakangan ini selalu disambut oleh sepinya dunia, akhirnya Harsa bisa melihat kembali si pemilik senyum cerah itu mendatangi kamarnya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan Caka untuk mendatangi kamar Harsa setiap pagi sebelum mereka berdua turun ke bawah untuk menikmati sarapan buatan ayah. Momen seperti inilah yang selalu Harsa rindukan ketika dirinya sendirian di rumah berteman dengan sepi.

"Apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya Harsa yang kemudian merangkul Caka setelah menyimpan tas di punggungnya.

Caka mengangguk. "Saking nyenyaknya Caka bahkan nggak ada mimpi apa-apa."

"Nah. Justru itu yang bagus," balas Harsa sembari mengusap-usap puncak kepala sang adik.

Caka hanya tersenyum menanggapi perlakuan sang kakak. Caka selalu ingat perkataan Harsa yang memintanya untuk tidak memikirkan apapun sebelum tidur dan tidak perlu memimpikan apapun selama tidur.

"Nggak ada yang sakit 'kan?" tanya Harsa sebelum ia dan Caka benar-benar keluar dari kamar.

"Aman!" jawab Caka seraya mengacungkan jempolnya.

DI BALIK HARSA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang