Sinar mentari yang perlahan memasuki celah-celah ventilasi, bersamaan dengan detak jarum jam yang memecah kesunyian di sebuah ruangan yang gelap. Entah apa alasan si pemilik kamar yang tampaknya enggan untuk menyalakan lampu atau bahkan untuk sekedar menyingkap tirai jendela.
Pemuda berusia 18 tahun itu hanya berdiam diri di depan cermin. Memandangi pantulan dirinya dengan tatapan yang sendu. Sorot matanya kini menggambarkan dengan jelas bagaimana suasana hati pemuda yang bernama lengkap Abichandra Harsa Ardana itu sedang tidak baik-baik saja.
Diliriknya dasi berwarna abu-abu yang masih berada dalam genggamannya. Harsa tersenyum kecut. Hanya dasi itu yang belum melengkapi penampilannya. Ya, dasi itulah masalahnya. Awal mula kenapa Harsa berwajah murung pagi ini.
Bisa-bisanya di usia yang sudah beranjak dewasa ini, Harsa masih belum bisa mengenakan dasi seorang diri. Harsa tidak bisa dan itu mengingatkannya pada sosok bunda.
"Bunda... Harsa kangen dipakein dasi sama bunda."
Harsa membawa dasinya itu ke dalam dekapannya. Wajahnya tertunduk dan perlahan berjalan mundur hingga terduduk di samping tempat tidur. Harsa teringat dengan sosok bunda dan itu sangat menyakitkan. Karena Harsa sangat-sangat merindukan bunda. Sosok yang selalu memihaknya dan mengerti akan dirinya.
"Harusnya Bunda nggak boleh pergi, sebelum Harsa bisa pakai dasi sendiri," ucapnya terkekeh, kontras dengan bulir bening yang mengalir dari pelupuk matanya.
Setiap sebelum berangkat sekolah, tepatnya ketika Harsa hendak mengenakan dasinya, Harsa selalu teringat akan sang bunda. Bunda yang telah pergi meninggalkannya 2 tahun yang lalu. Pergi dan tak akan pernah kembali padanya, selamanya.
Harsa rindu bunda yang selalu sedia membantu Harsa mengenakan dasi sebelum berangkat sekolah. Harsa rindu dengan senyum bunda saat itu. Bunda yang selalu tersenyum pada Harsa.
"Harusnya bunda ngajarin Harsa..." lirih Harsa yang seakan menyalahkan sang bunda atas kesedihannya. Harsa semakin tertunduk dan membenamkan wajahnya di kedua lutut yang ditekuk.
Awal pertama kali Harsa mengenakan dasi, bunda memang tidak pernah mengajarkan Harsa bagaimana cara mengenakannya. Bunda hanya akan segera menghampiri Harsa. Maka bunda akan dengan senang hati membantu Harsa dan berbincang selama mengenakan dasi itu. Terkadang mereka saling melemparkan teka-teki atau tertawa setelah mendengar candaan satu sama lain.
Harsa tahu, bunda melakukan itu semua juga karena tidak ingin Harsa bersedih hati ketika melihat sang ayah yang lebih memilih si bungsu. Ya, Harsa pernah meminta bantuan ayah perihal cara memakai dasi. Tapi ayah tidak menghiraukan Harsa dan lebih memilih si bungsu yang saat itu juga meminta bantuan.
"Lo bodoh Harsa..."
Harsa tertawa sumbang di tengah tangisnya. Kalau diingat-ingat kembali, bukan bunda yang salah. Dirinyalah yang salah karena tidak pernah memperhatikan bagaimana tangan bunda dengan telaten melingkarkan dasi itu di lehernya. Harsa hanya memperhatikan wajah bunda ketika berbincang dengannya. Wajah yang selalu ceria dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanfictionTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"