Usai membantu Mbok Darmi bersih-bersih di dapur setelah makan malam, Harsa memutuskan untuk mendatangi kamar Caka. Waktu masih menunjukkan pukul delapan lewat lima menit dan pada jam segini biasanya Caka belum tidur. Dan benar saja, ketika Harsa membuka pintu kamar anak itu, ia segera menemukan Caka yang tengah fokus di meja belajarnya. Entah buku apa yang dibaca anak itu hingga suara langkah kaki Harsa yang mendekat pun sama sekali tidak membuat anak itu terusik.
"Caka!" panggil Harsa sembari mendaratkan tangannya di atas pundak Caka, membuat anak itu seketika menoleh ke arahnya dengan wajah terkejut.
Harsa sedikit terkekeh sebelum akhirnya ia memilih untuk duduk di bagian tepi tempat tidur. Maniknya kembali terarah pada buku yang ada di atas meja belajar. "Kamu lagi baca buku apa? Serius amat."
Hening. Tak ada jawaban sama sekali dari Caka. Anak itu hanya diam menatap Harsa dengan wajah datarnya.
Harsa mengangguk mengerti, sorot mata anak itu seolah berkata bahwa ia tak ingin diganggu malam ini. Namun Harsa tak bisa membiarkannya begitu saja saat ada banyak pertanyaan yang kini memenuhi kepalanya. Mulai dari Caka yang tak berkabar kalau kondisinya yang kurang sehat dan memilih untuk pulang lebih awal, serta alat bantu dengarnya yang menghilang.
"Alat bantu dengar Caka hilang. Jangan sampai kejadian buruk itu terulang lagi, Harsa. Tolong jaga adik kamu dengan baik."
Benar, barang penting itu hilang dan ayah sempat memberitahu Harsa saat perjalanan pulang ke rumah sore tadi. Mungkin itulah sebabnya mengapa sikap Caka yang mendadak berubah drastis hari ini. Menghindar dan mengabaikan setiap orang yang ada di rumah ini. Untung Mavin sedang tidak ada di rumah malam ini. Jika tidak, mungkin dialah yang paling serius dalam membicarakan hal ini sampai tuntas. Tak peduli jika nantinya akan berakhir dengan keributan.
Harsa menarik napas panjangnya sebelum kemudian ia mengangkat kedua tangannya. Perlahan gerakan tangan itu mulai terlihat hingga membentuk bahasa isyarat. Caka yang hendak mengalihkan pandangannya lantas kembali mengamati Harsa dalam diamnya.
'Abang tadi denger dari ayah, katanya kamu pulang cepat. Kenapa?'
Lama Caka terdiam menatap Harsa yang juga tengah menatapnya hangat. Mulutnya perlahan terbuka, hendak menjawab pertanyaan itu. Namun detik berikutnya kembali tertutup rapat, berganti dengan kedua tangannya yang bergerak membalas percakapan sunyi malam ini. 'Caka lelah'
Harsa mengangguk mengerti. 'Sekarang, apakah sudah jauh lebih baik?' tanya Harsa lagi.
Lagi-lagi Caka hanya diam. Anak itu bahkan menghindari tatapan Harsa yang tengah menunggu jawabannya. 'Jika belum, abang akan kembali ke kamar dan membiarkanmu istirahat.'
Harsa berniat untuk bangkit, namun setelahnya ia kembali duduk ketika Caka mulai membalas gerakan tangannya.
'Tetap disini. Jangan pergi.'
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
Fiksi PenggemarTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"