34. Mavin: To My First

1.9K 270 15
                                    

Di pagi hari yang cerah, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 8, kerumunan terlihat semakin memadati bagian sayap kanan gedung auditorium kebanggaan almamater Mavin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di pagi hari yang cerah, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 8, kerumunan terlihat semakin memadati bagian sayap kanan gedung auditorium kebanggaan almamater Mavin. Kerumunan yang didominasi oleh para pelajar berseragam putih abu-abu itu tampak berbaris rapi menunggu giliran registrasi ulang. Pemandangan yang cukup membuat Mavin kembali teringat dengan masa lalunya yang juga pernah berpartisipasi dalam lomba serupa di universitas ini.

Kali ini Mavin kembali menikmati momen itu. Bukan sebagai peserta lagi, melainkan sebagai seorang kakak yang menemani adiknya. Ya, hari ini adalah Physics Competition yang dinanti-nantikan oleh Harsa dan untuk pertama kalinya Mavin menemani anak itu dari sekian lomba yang pernah diikutinya.

"Bang Mavin!" panggil Harsa yang baru saja keluar dari kerumunan itu. Suaranya terdengar cukup keras untuk menarik perhatian orang sekitar.

Senyum lebarnya tampak serasi dengan cuaca hari ini yang cerah. Tangannya bergerak ke atas seolah tengah memamerkan kartu tanda peserta yang baru didapatkannya. Kemudian langkahnya itu berlari kecil menghampiri Mavin yang tengah menunggu dalam diam.

Melihat Harsa yang tersenyum lebar seperti itu seakan hari ini adalah hari besarnya, membuat Mavin menyesali banyak hal dalam kehidupannya. Kemana saja Mavin selama ini sampai-sampai ia melewatkan momen seperti ini? Jika saja Mavin tahu perasaan ini dari dulu, mungkin ia tidak akan pernah mau untuk melewatkan momen seperti ini lagi. Momen dimana Harsa memanggilnya dengan senyum cerah dan berlari menghampirinya. Terlihat sederhana, namun mampu membuat hatinya menghangat.

"Rame banget yang antri, Bang. Untung aja kita datangnya cepat ya, Bang." ucap Harsa yang baru saja mendaratkan bokongnya di gazebo tempat mereka berteduh. Mavin mengulas senyum tipisnya seraya mengangguk pelan.

"Makan dulu. Nggak lucu kalau nanti perut kamu tiba-tiba bunyi di tengah ujian." Tas bekal yang sejak tadi dalam pangkuannya itu, kini ia bawa ke atas meja. Sengaja Mavin menyuruh Mbok Darmi untuk menyiapkan bekal sebab pagi ini Harsa tak sempat menyantap sarapannya. Anak itu ingin berangkat cepat-cepat setelah Mavin membangunkannya yang ketiduran di atas sajadah.

Sementara Harsa masih terkekeh mendengar kalimat Mavin barusan, ia justru merasa diingatkan kembali dengan salah satu kisahnya. "Aku pernah waktu itu bang. Rasa-rasanya perutku mau bunyi, sampai aku panik sendiri, takut nanti tiba-tiba bunyinya keras. Soalnya waktu itu kelas lagi hening-heningnya. Jadi langsung aja aku minum air banyak-banyak. Pas selesai kelas langsung lari ke toilet," cerita Harsa yang diakhiri dengan tawa. Mavin yang mendengarnya pun tak bisa menahan tawa, sebab cara anak itu menceritakannya sungguhlah sangat dramatis.

"Makanya, lain kali jangan buru-buru. Semepet apapun waktunya, jangan lupa sarapan," kata Mavin, lalu menyerahkan kotak bekal yang sudah ia buka tutupnya itu pada Harsa. Aroma nasi goreng buatan Mbok Darmi seketika menyapa indera penciumannya. Tampak sedap dengan irisan daging ayam di atasnya.

"Abang mau?" tawar Harsa yang seketika menyadarkan Mavin. Segera Mavin menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah wajahnya barusan terlihat seperti orang yang kelaparan?

DI BALIK HARSA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang