"Bunda..."
"Hm?"
"Ayah lagi-lagi nggak ingat sama Harsa. Ayah nggak tahu apa-apa tentang Harsa, Bun..."
"Jadi sekarang ceritanya kamu lagi marah sama ayah?"
Harsa terdiam, memandangi wanita cantik di sampingnya. "Memangnya Harsa boleh marah ke ayah, Bun?"
"Menurut kamu gimana?"
"Kalau Harsa marah pun nggak ada gunanya, Bunda. Yang ada ayah makin nggak sayang sama Harsa."
Harsa lagi-lagi terdiam, menikmati setiap sentuhan lembut tangan bunda yang mengusap puncak kepalanya. Sudah lama Harsa tidak merasakan sentuhan lembut itu. Begitupun dengan garis lengkung yang menghiasi wajah cantik bunda. Sudah lama Harsa tidak melihatnya. Sungguh, Harsa merindukannya.
"Bunda, Harsa ikut bunda aja ya?"
"Kamu yakin?"
"Ayah nggak sayang sama Harsa, jadi untuk apa Harsa disini?"
"Memangnya kamu nggak sayang sama ayah, bang Mavin, dan juga Caka? Kamu sanggup meninggalkan mereka gitu aja?"
"Bunda sendiri gimana? Emangnya bunda nggak sayang sama Harsa main tinggalin Harsa gitu aja..." kesal Harsa memasang wajah cemberutnya hingga membuat sang bunda tertawa.
"Harsa..."
Masih dengan wajah kesalnya, Harsa menolehkan wajahnya ke bunda.
"Jangan hanya karena kamu merasa satu orang tidak menyayangimu, kamu ingin pergi meninggalkan orang-orang yang kamu sayangi."
"Jangan pulang sebelum dijemput, Harsa. Jangan berhenti sebelum perjalanan itu berakhir. Karena masih ada perjalanan indah yang harus kamu lalui sebelum perjalanan itu berhenti."
"Perjalanan indah," Harsa menertawainya.
"Kamu ketawain bunda?"
"Enggak," balas Harsa yang segera memalingkan wajahnya.
"Memang. Nggak semua perjalanan itu indah." Harsa kembali menaruh atensinya pada sang bunda.
"Kamu ingat nggak, waktu itu kita berdua pergi jalan-jalan ke pantai?"
"Ingat."
"Selama perjalanan, kamu menikmati pemandangannya 'kan?"
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
Fiksi PenggemarTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"