Rumah singgah. Begitulah yang tertulis pada papan yang terpasang pada pagar sederhana yang terbuat dari bambu setinggi 1 meter. Pemandangan pertama yang akan orang-orang temukan sebelum memasuki pekarangan rumah yang sederhana. Halaman rumah yang tidak begitu luas dan ada pohon rambutan yang rimbun di sampingnya.
Ya, rumah singgah. Rumah kecil yang terletak di pinggiran kota dan di tengah penduduk yang sibuk mengais rezeki diantara tumpukan barang-barang bekas.
Di tempat itu, ada Pak Sabar selaku penjaga yang mengurus rumah singgah. Ya, sesuai namanya, bapak itu dengan sabar menjaga dan mengurus beberapa anak-anak jalanan yang tinggal di rumah tersebut.
Tak hanya itu, orang-orang sekitar juga boleh datang walau hanya sekedar singgah untuk melepas penat setelah seharian bekerja. Anak-anak di sekitar juga sering datang berombongan setelah selesai mengamen. Mereka datang untuk membaca buku-buku yang ada dan bersama.
Di saat mereka bahkan tak mampu untuk merasakan pendidikan yang sama dengan anak-anak di luar sana. Namun di rumah yang kecil nan sederhana itu mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang sama, meskipun sederhana.
Dan disinilah Mavin berada setelah sebelumnya ia meminta Lucas untuk menjemputnya dan mengantarnya ke rumah singgah. Namun Mavin tak berniat untuk singgah seperti yang biasa Mavin lakukan di tengah kesibukan perkuliahannya. Untuk kali ini Mavin hanya mengamati dari kejauhan saja.
Tak lama kemudian, kedua sudut bibirnya terangkat ketika menemukan seorang gadis yang tengah duduk di tengah-tengah pelataran rumah singgah bersama dengan gitar yang berada dalam dekapannya. Gadis itu tak sendiri, ada sekumpulan anak-anak dengan pakaian lusuh duduk di hadapannya. Anak-anak itu mulai bersorak meminta gadis itu untuk menyanyikan sebuah lagu. Hingga detik berikutnya petikan senar gitar mulai terdengar mengawali penampilan gadis itu.
Mavin bisa melihat dengan jelas bagaiman kebahagiaan yang terpancar pada wajah gadis itu ketika menyanyikan lagu di hadapan anak-anak tersebut. Setelah melihatnya, Mavin merasa jauh lebih tenang sekarang dibandingkan sebelumnya.
"Lo nggak mau turun?" tanya Lucas yang duduk di bangku kemudi. Sejak tadi hanya diam mengamati Mavin.
Lucas bisa melihat dengan jelas perubahaan mood dari seorang Mavindra Adyatma Ardana.
Ketika Lucas menjemput Mavin ke rumahnya, Lucas menemukan wajah nelangsa pemuda itu. Entah apa masalahnya, Lucas pun tak tahu. Ingin rasanya Lucas bertanya karena siapa tahu Lucas bisa membantu sohibnya itu. Namun apalah daya, dari tatapan Mavin saja sudah mampu membuat Lucas menelan bulat-bulat pertanyaannya. 'Jangan banyak tanya!' kalimat itu seolah tertulis dengan jelas pada wajah Mavin.
Selama perjalanan Mavin pun tak banyak bicara dan hanya mengatakan kalau ia ingin pergi ke rumah singgah. Jujur saja, Lucas merasa seperti sopir pribadi Mavin hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanfictionTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"