"Abaaang!"
Suara panggilan itu segera mengalihkan Harsa dari aktivitasnya di meja belajar. Pun dengan senyumannya yang seketika mengembang kala menemukan eksistensi Caka di depan pintu kamarnya yang terbuka. Kedatangan Caka yang bagai alarm di pagi hari untuknya itu, segera membuat Harsa menutup kembali buku-buku yang ada di meja belajarnya.
"Abang lagi ngapain?" tanya Caka yang memutuskan untuk menghampiri Harsa lebih dulu. Dilihatnya sang kakak yang tampak sibuk merapikan buku-buku di atas meja belajarnya.
"Belajar, hehehe," jawab Harsa sembari melepaskan kacamata bulat yang bertengger di hidung mancungnya dan menaruhnya kembali ke atas meja.
Ya, belajar.
Di rumah yang besar itu, tak ada seorangpun yang tahu kalau pagi-pagi sekali sekitar pukul 2, Harsa terbangun di meja belajarnya. Setelah sebelumnya Harsa ketiduran ketika tengah mengulang kembali pelajarannya di malam hari. Maka dari itu, saat terbangun, alih-alih beranjak dan tidur di kasur dengan nyaman, Harsa memilih untuk melanjutkan kembali apa yang ia lakukan semalam dan sekalian belajar materi untuk hari ini.
"Lho? Ini bukunya bang Jerry sama-kak Acha?" tanya Caka ketika manikmya tak sengaja menangkap nama yang tak asing di sampul buku catatan yang ada di meja belajar Harsa.
Harsa hanya menampilkan cengirannya sembari tangannya menggaruk-garuk bagian belakangnya, malu. "Ah, iya. Abang pinjam. Soalnya abang banyak ketinggalan pelajaran."
"Kok bisa?"
Harsa seketika terdiam kala pandangan Caka kini jatuh menatapnya. Entah kenapa Harsa merasa kalau dirinya ini sekarang tengah diinterogasi oleh adiknya sendiri. Harsa sebenarnya juga tidak tahu jawaban seperti apa yang akan ia berikan atas pertanyaan adiknya itu. Sebab Harsa sendiri juga tidak tahu kenapa ia bisa sering tertinggal dari orang lain. Padahal ia cukup rajin untuk masuk ke sekolah. Ya, cukup rajin.
Perlahan namun pasti, garis lengkung itu kembali menghiasi wajah Harsa bersamaan dengan tangannya yang kini bergerak mengambil buku catatan milik Jerry dan Acha dari tangan Caka. "Bisa-bisa aja," jawab Harsa yang kemudian memasukkan buku catatan tersebut ke dalam tasnya.
Kemudian, setelah menutup tasnya dengan rapat, Harsa kembali mengarahkan pandangannya pada Caka. Menarik napasnya sejenak hanya untuk kembali berucap. "Makanya, Caka jangan kayak abang, ya. Caka harus lebih lebih lebih pintar dari abang. Biar ayah makin bangga sama Caka," katanya yang kemudian kembali tersenyum sembari mengusap lembut puncak kepala Caka.
Setelahnya Harsa segera bangkit sembari meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, bersamaan dengan rintihan kecil yang tertahan. Rasa sakit dan pegal seolah menjadi bonus yang Harsa dapatkan setelah semalaman di meja belajar. Lantas Harsa menyandang tas sekolahnya, dan melirik Caka seolah memberi isyarat melalui matanya untuk segera ke bawah.
"Kenapa Caka nggak boleh kayak abang?"
Pertanyaan Caka itu seketika menghentikan Harsa yang baru saja beranjak beberapa langkah. Alun-alun ia arahkan kembali atensinya pada sang adik yang bahkan belum beranjak sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanficTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"