Harsa tak pernah menyangka jika hari membahagiakan seperti ini akan datang di dalam hidupnya. Bahkan untuk sekedar membayangkannya saja Harsa tak memiliki keberanian. Karena Harsa tahu, tindakannya itu hanya akan membuatnya terluka. Tapi kini, semua itu tidak lagi hanya sekedar khayalan. Melainkan sebuah kenyataan yang membuat Harsa menjadi tokoh utamanya hari ini.
Garis senyum tipis terpancar di wajah Harsa yang terlihat pucat. Sepasang matanya kini terpejam sejenak sembari menikmati udara segar yang menyapa. Harsa dan ayah baru saja tiba beberapa saat yang lalu di tempat penginapan. Sebuah villa milik ayah yang terletak di daerah pedesaan, dan tak jauh dari lokasi juga ada hamparan pantai. Ayah bilang pemandangannya sangat indah di pagi hari dan pemandangan indah itu bisa dilihat dari kamar yang ada di lantai dua.
Ayah tengah sibuk mengeluarkan barang bawaan dari bagasi dan membawanya ke dalam villa. Harsa ingin membantu, tapi ujung-ujungnya ayah menolak. Benar juga, lagipula selain tas sekolah yang ada dipunggungnya sekarang ini, apa yang bisa Harsa angkat dengan tubuhnya yang terasa lemah ini. Yang ada ayah akan repot jadinya kalau sesuatu terjadi pada Harsa.
“Bagaimana? Kamu suka?” tanya ayah saat menemukan Harsa yang tengah melihat-lihat kamar yang ada di lantai dua.
Harsa mengangguk. Benar kata ayah. Kamar yang ada di lantai dua ini memiliki dinding kaca yang lebar sehingga Harsa bisa melihat dengan jelas bagaimana pemandangan yang ada di luar sana. “Kamu bisa pakai kamar yang ini, biar ayah pakai kamar yang ada di lantai satu,” kata ayah sembari membawa langkahnya menghampiri Harsa yang tengah menikmati pemandangan. Harsa menoleh, kemudian ia menggeleng pelan.
“Harsa nggak mau sendiri. Harsa mau sama ayah disini,” ucap Harsa dengan nada lirih, membuat ayah perlahan menoleh bersama dengan senyum hangatnya. “Baiklah kalau itu yang kamu mau. Ayah tidak akan menolak,” kata ayah sembari mengusap-usap puncak kepala Harsa, membuat Harsa tersenyum menikmatinya.
Namun, kesenangan itu tak berlangsung lama. Ayah menarik tangannya kembali saat terdengar dering ponsel milik ayah. Hingga detik berikutnya, Harsa hanya tersenyum melihat ayah yang buru-buru mengeluarkan ponselnya dan membiarkan ayah menjawab panggilan teleponnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Harsa saat mendapati wajah ayah yang entah kenapa terlihat cemas selama menerima telepon.
“Bukan apa-apa. Hanya masalah kecil di kantor,” jawab ayah sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong celana. “Kalau begitu, ayah ke bawah dulu ya. Masih ada koper yang belum ayah keluarin. Kamu istirahat aja dulu disini, ya.”
Harsa kemudian mengangguk, membiarkan ayah membawa langkahnya pergi meninggalkan kamar. Hingga pintu kamar benar-benar tertutup, senyum Harsa seketika menghilang berganti dengan rintihan yang tertahan. Rasa sakit yang menyerang bagian kepalanya kembali menyerang, membuatnya kesulitan walau hanya untuk berdiri tegap. Tangan kanannya sempat bersandar pada dinding kaca yang ada di sampingnya, namun Harsa tampaknya sudah tak kuat lagi menahan hingga akhirnya tubuh itu jatuh ke atas lantai yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
Fiksi PenggemarTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"