04. Hujan Malam Ini

3.2K 401 80
                                    

Hujan yang mengguyur kota Jakarta sejak tadi sore, tampaknya masih enggan untuk berpamitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan yang mengguyur kota Jakarta sejak tadi sore, tampaknya masih enggan untuk berpamitan. Seolah-olah tak memberikan senja kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya pada penikmat senja. Seperti Harsa salah satunya. Bagi Harsa, memandangi matahari yang terbenam secara perlahan adalah suatu kenikmatan tersendiri.

Entahlah, Harsa tidak bisa mendeskripsikannya dengan kalimat puitis seperti kebanyakan orang. Harsa menyukai senja. Terlihat indah dan memberikan kenyamanan tersendiri bagi segelintir orang yang melihatnya. Walau cuma sebentar.

Harsa juga ingin menjadi sosok seperti senja. Memberikan kebahagiaan kepada orang disekitarnya. Walaupun hanya sebentar. Tapi Harsa ingin orang-orang akan mengingatnya sampai kapanpun. Bisakah ia melakukannya?

Entahlah. Tidak ada yang tahu. Begitupun dengan Harsa.

Harsa menghela napasnya sembari melirik jam yang ada di dinding kamarnya, sudah pukul 7. Ayah, Caka, maupun Bang Mavin masih belum menunjukkan eksistensinya di rumah ini. Entahlah, Harsa tidak tahu dimana keluarganya itu sekarang hingga jam segini belum pulang.

Harsa sudah sendirian di rumah sejak tadi siang selepas ia kembali dari rumah sakit. Iya, Harsa memilih untuk diantar pulang ke rumahnya dari pada ke sekolah. Karena tidak mungkin juga Harsa kembali ke sekolah di siang bolong. Nanggung banget, lagian bentar lagi juga orang-orang pada pulang, begitu katanya saat Acha menanyakan apakah Harsa ingin kembali ke sekolah atau tidak.

Harsa lantas mengambil ponselnya di atas nakas. Mulai menyalakan ponselnya sembari membawa langkahnya menuju balkon kamarnya.

Harsa mendudukkan dirinya di atas lantai yang dingin, menunggu kepulangan keluarganya sembari menikmati suara hujan dan udara malam yang dingin.

Selain senja, Harsa juga suka hujan. Sekali lagi, Harsa tidak bisa mendeskripsikan alasannya menyukai hujan dengan kalimat puitis seperti kebanyakan orang. Harsa menyukai hujan karena suaranya yang menenangkan. Suara hujan yang mengguyur atap rumahnya. Suara hujan yang membasahi halamannya. Harsa menyukainya. Suara itu seakan meredam semua kebisingan yang ada di kehidupannya. Membuat Harsa melupakan sejenak hari-harinya yang berat.

Ting!

Harsa melirik ponselnya, ada banyak pesan baru yang masuk. Salah satunya ada dari Caka. Harsa tidak tahu jika Caka mengiriminya pesan karena seharian ini ponsel Harsa mati karena kehabisan baterai. Ya, bahkan tadi pagi saja Harsa nekat membawa ponselnya yang hanya memiliki 20 persen nyawa.

Caka imut
Abang dimana?
Abang gapapa kan?
07.30am

Kelas Abang dimana?
09.00am

Abang, Caka nanti check up, temenin ya?
01.00pm

Bang, Caka di lapangan nih, abang dimana?
02.00pm

Bang, belajar kelompoknya lama nggak?
03.00pm

Bang, Ayah kok lama ya jemputnya?
Untung ada Jilan yg dari tadi nemenin disini
03.15pm

DI BALIK HARSA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang