53. Kesempatan

2.1K 309 24
                                    

Edwin, pria itu baru saja keluar dari mobil bersama wajahnya yang tampak kusut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Edwin, pria itu baru saja keluar dari mobil bersama wajahnya yang tampak kusut. Setelan jas yang dikenakannya juga tak lagi menunjukkan sosok Edwin yang perfeksionis seperti biasanya. Tak terlihat lagi sosok Edwin yang menjunjung tinggi penampilan yang rapih dan berwibawa. Hanya menyisakan sosok Edwin yang kacau bersama dengan kepala yang penuh dan berisik.

Sejenak Edwin menghela napas pelan sebelum akhirnya ia berakhir terdiam di posisinya, bersama dengan tatapan kosong yang mengarah pada bangunan rumahnya yang tampak sunyi tak berpenghuni. Ya, sore ini Edwin memutuskan untuk kembali ke rumah alih-alih pergi ke rumah sakit seperti biasanya, menemui kedua putranya yang masih dirawat. Ada banyak hal yang terjadi hari ini hingga membuat Edwin memutuskan untuk menginap di rumah malam ini. Edwin pikir mungkin akan jauh lebih baik baginya, daripada harus memperlihatkan wajahnya di hadapan kedua putranya itu.

Pandangan Edwin kemudian beralih pada taman yang ada di sudut pekarangan rumahnya. Taman yang dulunya selalu dirawat oleh mendiang istrinya, kini tampak tak terawat lagi. Bahkan bunga matahari yang sengaja ditanam Harsa di taman itu pun terlihat layu dan beberapa sudah ada yang mati karena sudah lama tak diurus oleh pemiliknya. Melihat itu semua, Edwin lagi-lagi hanya bisa menghela napasnya dan kembali membawa langkah sepinya masuk ke dalam rumah.

Rumah ini memang sepi dan tak berpenghuni. Semenjak Caka dan Harsa dirawat di rumah sakit, Edwin maupun Mavin jarang menginap di rumah. Hanya datang sesekali untuk mengambil barang yang diperlukan. Karena itu pula Edwin tidak memaksa Mbok Darmi untuk selalu bekerja di rumahnya dan membiarkan Mbok Darmi kembali ke kampung halamannya untuk mengurus anaknya yang tengah sakit.

Di dalam rumah, Edwin menarik napas panjang sebelum akhirnya ia mendaratkan bokongnya di sofa yang ada di ruang tamu. Lagi-lagi hanya ada kesunyian yang menyapa dan kali ini entah kenapa dadanya terasa semakin sesak. Membuat tangan Edwin perlahan bergerak menyentuh dadanya kuat hingga membuatnya berakhir dengan wajah yang tertunduk dalam.

Edwin sepertinya terlalu larut dalam rasa sesak yang menggerogoti rongga dadanya, sampai tak menyadari suara motor yang menandai kehadiran Mavin beberapa menit lalu. Bahkan kini, punggung Edwin yang rapuh itu tampak bergetar hebat dan menjadi pemandangan pertama yang Mavin temukan saat dirinya memasuki rumah.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Mavin yang tertutup rapat itu. Pemuda itu hanya diam di posisinya, memperhatikan Edwin yang tampak menderita dalam tangisnya.

Ini bukan pertama kalinya Mavin mendengar tangisan sang ayah. Saat ayah pertama kali mengetahui penyakit Harsa dan menemukan anak itu kesakitan di dalam kamarnya, Mavin juga melihat dengan jelas bagaimana ayah yang menangis hebat saat meraih tubuh Harsa. Pada saat itu, Mavin hanya diam memperhatikan bersama dengan amarah yang ia pendam. Mavin ingin marah pada ayah yang selama ini mengabaikan Harsa dan tiba-tiba menangis di depan Harsa yang kesakitan. Selama ini ayah kemana saja? Kalimat itu ingin sekali Mavin teriakan di hadapan ayah. Akan tetapi melihat Harsa yang hari itu hanya tertuju pada ayah, membuat Mavin terpaksa harus menahan diri.

DI BALIK HARSA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang