Garis lengkung nan manis itu tampak setia terukir selama menikmati pemandangan pantai di pagi hari. Tak jarang pula tawa ikut terdengar saat sepasang kaki itu berlari kecil menghindari ombak kecil yang berlarian ke tepi pantai. Suatu bentuk upaya penyelamatan agar sepatu baru yang dikenakannya tidak basah terkena air pantai.
Harsa, si pemilik kaki yang tengah bermain kejar-kejaran dengan ombak kecil itu tampak begitu menikmati waktu sendirinya. Waktu sendiri yang ia ciptakan setelah memutuskan untuk pergi keluar dari penginapan setelah sarapan pagi selesai. Meskipun Harsa pergi tanpa memberitahu ayah, bukan berarti Harsa mencoba untuk kabur. Harsa hanya ingin keluar dari suasana yang sunyi dan mencari udara segar.
Saat terbangun di pagi hari, Harsa menemukan dirinya terbaring di kasur yang empuk dan hangat. Padahal kalau Harsa tak salah ingat, terakhir kali Harsa merebahkan kepalanya di atas meja makan bersama ayah di sampingnya. Harsa tak ingat dan ia yakin kalau tak ada ingatan semacam dirinya yang merangkak ke kamar atas setelah mengamati ayah yang ketiduran di meja makan. Harsa yakin ingatan seperti itu tak ada. Karena menurut Harsa, pasti ayah yang menggendong Harsa yang tengah tertidur dan membawa Harsa ke kamar. Tentu saja begitu kan, memangnya siapa lagi?
Sejenak Harsa merasa senang saat terbangun di pagi hari dan berpikir bahwa ayah mungkin sudah tak marah lagi padanya. Namun yang Harsa temukan pada akhirnya hanyalah kesunyian yang mengharuskan bibirnya kembali terkatup rapat. Ayah masih sama diam seperti semalam. Dan diamnya ayah, membuat Harsa tak berani untuk menanyakan hal yang tak sengaja ia temukan pagi ini.
Kendati demikian, Harsa bersyukur karena pagi ini ia masih bisa bersama ayah. Kalau boleh jujur, kemarin Harsa sempat berpikir berlebihan dan berprasangka buruk kalau ayah mungkin saja diam-diam akan membawa Harsa yang terlelap ke rumah sakit. Untung saja semua itu hanya sebatas pikiran Harsa yang berlebihan dan tidak terjadi sama sekali. Kalau diingat-ingat kembali, cukup membuat Harsa kini geleng-geleng kepala dengan wajah malunya yang tersenyum. Hingga selang beberapa saat kemudian, Harsa menoleh ke belakang bersama dengan sorot matanya yang penuh harap.
Kosong. Tak ada siapapun yang menghampirinya, membuat Harsa hanya bisa mengulum senyum di bibirnya. Harsa kembali berbalik menghadap hamparan pantai bersama dengan helaan napasnya yang terdengar pelan. Tangan kirinya kemudian bergerak, hanya untuk memeriksa jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 10 kurang 15 menit. Tak terasa, sudah hampir satu setengah jam Harsa menikmati keindahan pantai ini seorang diri.
Lagi-lagi, Harsa hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya perlahan. Tersenyum tipis sebelum kemudian kakinya mulai melangkah pelan menyusuri bibir pantai. Membiarkan suara deburan ombak menemani setiap langkahnya yang dipenuhi dengan bayangan yang menyenangkan.
Harsa merentangkan tangan kanannya perlahan, berharap ada seseorang yang meraih tangannya dan menggenggamnya dengan hangat. Kemudian berjalan beriringan bersama cerita yang penuh gelak tawa. Membicarakan banyak hal yang menyenangkan dan menikmati setiap detiknya tanpa perlu mengkhawatirkan hari esok.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
Fiksi PenggemarTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"