Extra Part II

37.8K 2.1K 36
                                    

Lima bulan sudah terlewati setelah sepasang suami-istri itu mendapatkan ijazah dari SMA Nusa Bangsa. Pagi ini mereka didapatkan rutinitas baru, yakni bersiap-siap untuk pergi berangkat kuliah bagi Lara dan kerja bagi Luka.

Luka memang tidak mengambil kelas pagi, mengingat paginya ini diisi oleh tugas sebagai komisaris. Karena itu dia memilih kelas sore, tidak seperti Lara yang mengambil kelas pagi.

"Nanti jemput ya, awas kalo enggak!" ancam Lara.

Luka mengangguk sekilas. Dia meraih kening istrinya lalu mendaratkan ciuman di sana. Setelah itu Lara yang mencium punggung tangan Luka sebagai tanda hormat.

"Hati-hati. Jaga mata, jaga hati," peringat Luka.

"Siap kapten!"

Usai itu mobil yang dikendarai Luka berlalu dari sana. Sama halnya dengan Lara, dia pun pergi menuju kampusnya.

"Kayaknya enak ya, tiap pagi dianter sama suami, pulang dijemput," lirih Via.

Lara hanya mengulas senyum kepada mereka. Rupanya Via dan Iva tengah menunggunya tak jauh dari mobil Luka tadi. Iva menggenggam tangan Lara untuk segera ke kelas.

"Sekarang lo ada kelas ekonomi ya?" Lara mengangguki pertanyaan Iva.

"Kamu?"

"Dosen Iva pagi ini enggak masuk. Lahiran kayaknya. Enak banget ya? Lah gue? Dosen ada mulu perasaan," gerutu Via mewakili Iva.

"Harusnya kamu bersyukur. Kan kalo gitu bisa dapet ilmunya tepat waktu," ujar Lara.

"Iya deh. Gue bersyukur banget dosennya ada mulu."

"Bilang bersyukur tuh yang ikhlas dong," seloroh Iva kemudian.

"Bacot lo, ah! Mending gue ke kelas duluan. Bye!"

"Pasti dia nyasar ke gedung teknik."

"Ngapain ke sana? Nyari cowok?"

"Apalagi kalo bukan cowok? Kan di fakultas sana banyaknya cowok."

"Ben- hoek!"

Lara tak sempat berucap. Mual yang tiba-tiba hadir amat mengganggu dia. Di sampingnya Iva kebingungan lantaran Lara yang tiba-tiba menutup mulut seperti orang mual.

"Masuk angin lo?"

Sebelum menjawab Lara menggeleng. Dia memijit pangkal hidungnya. Entah kenapa rasa pusing dan mual datang secara tiba-tiba begini, padahal tadi dia tidak merasakan pusing dan mual, dia hanya merasakan badannya dingin doang tadi.

"Iya kayaknya," jawabnya seraya memegang kepala.

Dengan panik Iva membopong Lara sebelum dia berujar, "kita ke ruang kesehatan sekarang!"

***

Jari-jari tangan dengan lincah mengetik keyboard komputer. Mata tajam itu menatap serius layar monitor di depannya. Sesekali juga dia membaca dokumen yang baru diserahkan oleh sekretarisnya tak lupa juga membubuhkan tanda tangan di atas kertas resmi itu.

Brak!

Dia melempar salah satu laporan dari salah satu karayawannya. Bak sampah mini sudah tergeletak dengan beberapa laporan yang dia buang tadi. Sementara sang sekretaris meringis melihat bosnya.

"Saya minta laporan baru lagi dari divisi keuangan," perintahnya dengan aura bossy tak terbantahkan.

"Baik Tuan. Ada lagi?"

L for Langgeng [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang