04-Tuduhan

6.1K 419 98
                                    

Hai hai hai
Apa kabar semua? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya. Jangan lupa untuk selalu mematuhi protokol kesehatan. Dan aku juga mau banyak² berterima kasih sama yang sering baca, vote dan comment cerita aku. Aku smpe hapal loh readers setia aku

Peluk jauh buat kamu(づ ̄ ³ ̄)づ
Bagi yg belum fllow akun aku cuss fllow dulu dan jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya... Love u!

"Pipinya masih sakit?" Tanya Catlea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pipinya masih sakit?" Tanya Catlea.

"Udah engga, kan waktu itu udah di cium lo. Otomatis langsung sembuh," balas Alstar

"Gue serius Al, please"

"Udah engga, cantik." Alstar mengacak pelan rambut tebal milik gadis yang duduk di sampingnya.

Alstar begitu menyayangi Catlea, begitu mencintai Catlea. Ia merasa tenang bersama gadis itu, ia merasa hangat di dekat gadis itu. Wanitanya begitu baik, wanitanya begitu cantik.

"Alstaran Octanius silahkan ikut saya ke ruang guru." Ucap guru laki-laki yang muncul dari balik pintu kelas.
Membuat teman-temannya yang lain saling bertanya satu sama lain, untuk apa Alstar di suruh ke ruang guru?

"Permisi," ucap Alstar dari balik pintu ruang guru. Terdengar suara seseorang menyuruhnya untuk masuk.

Tante Dira?

"Duduk Alstaran." Perintah seorang guru yang langsung di turuti oleh Alstar.

"Ada apa ya pak?" Tanya Alstar langsung.

"Itu yang di sampingmu namanya Bu Dira dia Ibunya Dev—"

"Saya tau. Yang saya tanyakan kenapa Bapak manggil saya?"

Alstar malas untuk berbasa-basi. Ia pun sudah tau kalau tante Dira itu ibunya Devon.

"Apakah benar kamu yang membunuh Devon?" Tanya guru itu penuh selidik. Sementara Dira mamah Devon hanya menundukan pandangannya sambil terisak ketika nama Devon kembali di sebut. Ia begitu kehilangan Putranya.

"Harusnya yang bapak tanyakan terlebih dahulu itu, apakah saya terlibat Atas kematian Devon? Maka iya, saya terlibat. Karna Saya ada di sana. Tapi kalau bapak tanya apa saya yang membunuh Devon? Jelas bukan pak," Alstar menjeda kalimatnya menatap perempuan yang ada di sampingnya.

"Tante ngira Alstar ngebunuh Devon? Tante percaya? Tante tau kalau Alstar itu deket sama Devon. Gila kalau Alstar ngebunuh sahabat sendiri Tan." Sambungnya lagi.

"Papah kamu yang bilang sendiri Star," ucap Dira sambil terisak.
Awalnya Dira juga tidak percaya, tapi ini yang mengatakan adalah David, Papah Alstar. Untuk apa juga David membohonginya?

"Orang gila kok di percaya si Tan," Ucap Alstar sambil terkekeh pelan.

Alstar pulang ke rumah penuh amarah, rahangnya mengeras ingin segera bertemu dengan David.

"Papah mana Bi?" Tanya Alstar pada Bi Inah karena tak mendapati Papahnya di ruang kerja maupun di kamarnya.

"Pak David belum pulang den, Bibi permisi ke belakang dulu ya den." Bi Inah permisi pergi.

"Gila bisa-bisanya dia nuduh gue kalau gue ngebunuh sahabat sendiri."

"Kalau bukan bokap gue, udah gue lenyapin orang kaya lo sialan!" Alstar menonjok dinding dengan kencang, tanpa sadar darah segar menetes dari sana.

Pintu terbuka, menampakan David dari balik pintu. Alstar mendekat kearah laki-laki itu.

"Malu, umur tua tapi kelakukan kayak bocah." Ucap Alstar Datar.

"Gak asik banget lo. Gue ngomong begitu aja lo langsung anggep serius? Sebrengsek-brengseknya gue, gak pernah ngambil nyawa orang. Apalagi sahabat sendiri!"

"Kurang ajar kamu Alstar."

"Benar-benar kamu ini sudah keterlaluan!"

"KENAPA HAH?!" ucap Alstar menantang.

"Lo, kenapa bilang sama Tante Dira kalau gue yang ngebunuh Devon? Lo tau gak karena lo bilang begitu, gue sampe harus di panggil ke ruang guru." Ucap Alstar menahan emosinya.

"Kenapa kamu jadi salahkan Papah? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu yang ngebunuh Devon?"

"BACOTTT!"

Plakkkkk

Plakkkk

Tamparan bolak balik dari David berhasil membuat pipi Alstar meninggalkan bekas merah.

"LO KALO PENGEN LIAT GUE MASUK PENJARA BILANG SAT! GAK USAH PAKE CARA MENJIJIKAN DENGAN NGEFITNAH GUE SEOLAH GUE ITU PEMBUNUH!"

"Kalo emang lo pengen gue masuk penjara, oke gue mau aja. Asal gue ngebunuh lo dulu, setelah gue ngebunuh lo kan gue bakal di penjara." Ucap Alstar.

Perkataan Alstar barusan, membuat David tersulut emosi. Ia mengambil Vas bunga yang terbuat dari kaca, dan melemparkannya ke kepala Alstar.

Darah bercucuran di wajah Alstar dan juga di lantai. Pecahan vas bunga itu juga berserakan di lantai. Ia menatap Papahnya tajam, ini Papah? Tanyanya dalam hati.

"Kamu pantas mendapatkan itu Alstar, karna kamu benar-benar sudah keterlaluan." David pergi meninggalkan Alstar yang masih terdiam di tempat.

"Sakit njing, lo pikir gak sakit?" Lirih Alstar pelan sambil menahan rasa sakitnya.

"Lo gila karna kepergian Mamah, lo stres. Lo marah, dan lo lampiasin ke gue. Wajar gak sih kalau gue benci lo Pah."

"Gue emang anak laki-laki, tapi jangan lo pikir laki-laki gak punya perasaan, gue sakit anjing di giniin. Cuma gue gak mau terlihat lemah." Ucapnya pelan pada diri sendiri.

"Ya Allah den Alstar!" Bi Inah berlari menuju ke arah Alstar berdiri. Bi Inah melihat pecahan kaca dan, dan juga darah yang bercucuran dari kepala Alstar.

"Sans Bi, Alstar gak sakit." Ucapnya

"Den ayok Bibi obati di kamar." Alstar mengangguk dan pergi bersama Bi Inah ke kamarnya untuk mengobati lukanya.

"Bi," panggil Alstar pa Bi Inah yang tengah sibuk mengobati luka-luka Alstar.

"Kenapa den? Tanya Bi Inah

"Bi Inah punya anak laki-laki?"

"Punya den, usianya sudah 22 tahun dan sudah berkeluarga. Kenapa emang den?" Tanya Bi Inah setelah selesai memberikan perban di kepala laki-laki itu.

"Bi Inah sayang sama anak Bibi itu?" Tanya Alstar.

"Ya pasti lah den, namanya anak sendiri." Ucap Bi Inah sambil tertawa kecil.

"Sayangin Alstar kayak anak Bi Inah dong, Boleh gak? Alstar gak pernah mendapatkan perhatian Papah lagi semenjak Mamah meninggal dua tahun yang lalu. Yang ada buat Alstar cuma Devon Bi, tapi sekarang dianya udah ngga ada." Ucap Alstar lirih.

"Tanpa den Alstar minta, Bi Inah pasti akan menyayangi den Alstar seperti anak bibi sendiri. Den Alstar jangan pernah merasa sendiri lagi ya." Ucap Bi Inah.

Jika tawuran memang Alstar pandai, ia jagonya. Ia lemah ketika di rumah, Saat berhadapan dengan David saat David menyerangnya, Alstar ingin menyerang balik. Namun hati kecilnya berkata Jangan lakukan itu. Dia juga kadang merasa bersalah setelah berbicara tidak sopan pada Papahnya, dia hanya lelah dengan sikap Papahnya yang sekarang.

Dia ingin David yang dulu, yang menyayangi nya. Yang sering bermain bersamanya. Ia rindu keluarganya yang dulu.

ALSTARAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang