Duapuluh Dua

34 6 0
                                    

Dengan dress hitam selutut Cana baru saja tiba di Daisy Caffe & Lounge, dengan make up tipis seadanya Cana berjalan masuk sendiri. Dilihatnya jam tangan menunjukkan pukul Tujuh tepat, kini harapannya adalah agar Jackson datang terlambat atau tidak datang lebih baik. Namun saat melangkahkan kaki kedalam, Cana sudah disambut dengan pandangan laki-laki yang tak asing.

Laki-laki itu melambaikan tangan ke arah Cana, berbalas senyum seadanya Cana berjalan menghampiri pria bernama Jackson itu. Berbanding terbalik dengan Cana, Jackson nampak sangat sumringah, senyumnya tersebar keseluruh penjuru ruangan.

"Selamat malam dokter Chantika."

Jackson membantu Cana menarik kursi untuk ia duduki. Tak banyak ekspresi yang ditampilkan Cana, ia hanya sesekali tersenyum meliha ke arah Jackson. Cana sengaja memilih tempat ini karna tak terlalu banyak pengunjung yang datang, sehingga relatif sepi karna memang ini salah satu Tempat makan untuk kaum menengah keatas.

"Saya fettuccine carbonara dan air mineral."

"Saya sama seperti nona ini."

Jackson menyerahkan daftar menu pada waiter yang berdiri disisi meja, pandangannya kembali mengarah pada gadis yang duduk dihadapannya. Meski tak banyak respon yang diberikan Cana, nampaknya hal itu tak menjadi masalah bagi Jackson.

"So, gimana dokter Chantika? Oh, dokter Cana? Apa ini resto favoritmu?"  Posisi duduk Jackson semakin nyaman saat dia meletakkan kedua sikunya pada sandaran tangan di kursi.

"Oh, semua resto menjadi resto favorit saya." Mata Cana menatap balik Jackson yang terlihat duduk nyaman.

"Apa boleh saya bertanya?"

"Bukannya saat ini tuan jackson sedang bertanya?"

"Maksut saya, secara pribadi."

"Silahkan, itu hak anda tapi tidak ada kewajiban saya menjawab pertanyaan pribadi."

"Hahaha." Jackson tertawa mendengar jawaban gadis itu. "Hanya satu hal yang ingin saya tanyakan. Apa dokter Cana sudah punya pasangan?"

"Belum!" — "tapi sampai hari ini ada seseorang yang saya suka."

Tatapan Cana terlihat tenang, ia tak sungkan mengatakannya di depan Jackson. Tidak ingin juga Cana berbohong, ia yakin Jackson sudah mengetahuinya hanya saja pria itu ingin mendengar langsung dari bibir Cana.

"Wow, dokter Chantika, luar biasa."

Belum selesai kekaguman Jackson, makanan yang ditunggu akhirnya datang. Selama makan malam, jackson banyak bercerita seputar karirnya, bagaimana ia bangkit saat usahanya hampir bangkrut karna kematian sang ayah. Dan juga tentang kegagalannya menikahi gadis yang ia cintai, tak ada jarak antara Jackson dan Cana. Toh semua yang diceritakan Jackson sudah bukan rahasia lagi baginya.

"Karna sudah selesai, sebaiknya kita akhiri makan malam ini. Sudah larut, saya rasa sebaiknya saya pulang."

"Apa boleh saya antar pulang?" Jackson mencoba memberi tawaran kepada Cana setelah menyelesaikan pembayaran.

"Tidak, saya biasa menyetir sendiri. Lagipula tempat tinggal saya dekat, jadi tidak perlu repot-repot." Dengan ramah Cana menjawab pertanyaan Jackson. "Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu.

Cana berjalan ke arah mobilnya terparkir, sementara Jackson sedang menunggu jemputan seorang supir. Biasanya jika makan malam dengan seorang wanita atau koleganya, Jackson akan meminta di jemput supir. Tapi kali ini berbeda, ia hanya minum beberapa gelas air putih dan sepiring carbo.

"Sampai bertemu lagi dokter Chantika."

Jackson meneriaki Cana yang mulai memasuki mobil, tak ada balasan dari Cana selain senyuman yang ia lemparkan sebagai bentuk keramahan.

My Reason Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang