Duabelas

39 8 0
                                    



Cana

Setelah kejadian kak Yuza yang tiba-tiba menyatakan perasaannya, aku sudah tidak pernah lagi melihatnya. Mungkin karna kakak-kakak kelas sudah lulus semua dan yang kudengar kak Yuza pergi ke Jepang menyusul Ayahnya. Semester berikutnya aku mengikuti kelas khusus akselerasi, berbagai macam tes dan ujian harus ku lewati agar bisa lulus dengan Nilai sempurna.

Hal lain yang menjadi motifasiku adalah agar aku bisa segera lulus dan masuk di universitas yang sama dengan kak Jayden. Waktu bermain ku benar-benar berkurang, Papa bahkan menyiapkan satu pekerja khusus untuk mengantar jemput aku di sekolah.

Lisa menjadi suporter terbesarku selain mama dan papa, pak Sarho selalu mengawasiku meskipun beliau bukan lagi wali kelasku. Segala sesuatu yang terasa berat jadi ringan karna aku mendapat banyak sekali dukungan. Kak Theo bahkan bersedia untuk ku ganggu jika ada kebingungan yang ingin kutanyakan, sungguh hidupku tanpa kekurangan dukungan dari mereka semua.

Setelah lewat dua semester ujian sekolah ataupun ujian negara telah terlewati, saatnya menunggu pengunguman kelulusan dalam hitungan hari. Suguh tidak terasa, banyak kenangan di Sekolah ini dan untuk lali pertama selama 11 tahun pertemananku dengan Lisa, kami berpisah karna aku lulus lebih dulu.

"Cana!!" Seperti biasa teriakan maut dari sahabatku itu terdengar manakala ia memanggil ku untuk makan bersama di kantin sekolah.

Aku berlari ke arah Lisa, Gisela dan Thalia yang sudah duduk bersama di satu meja. Meski jarang berada di kelas yang sama karna aku harus mengikuti kelas khusus aksel, tiap istirahat kami sempatkan untuk bertemu.

"Nona jenius, udah aku pesenin Mie Ayam dan es Jeruk sesuai pesanan."

Dengan sumringah Lisa menunjukkan satu mangkuk mie dan es jeruk yang siap tinggal kusantap.

"Thank you..."

Bahagia sekali punya teman-teman seperti mereka yang selalu mendukung ku.

"Jadi gimana rasanya setelah mengikuti berbagai macam ujian?" Tanya Gisela yang duduk di seberangku.

"Hhuuffttt... rasanya luar biasa capek, tapi aku senang." Jawabku dengan nada santai.

"Ehm, baik senior." Dua jari Gisela menyentuh pelipisnya seolah memberi hormat padaku.

Kami pun hanya tertawa, rasanya bahagia bisa lulus lebih awal, tapi sedih juga karna harus meninggalkan teman-teman seperti mereka. Belum tentu nanti di universitas aku akan menemukan teman-teman seaneh mereka.

Sore ini aku putuskan untuk tidak langsung pulang, melainkan mampir ke kampus yang kelak ingin kutuju. Barangkali waktu lihat-lihat kampus aku bertemu kak Jayden. Lumayan lama juga nggak ketemu, terakhir lihat kak Jayden waktu dia datang ke sekolah beberapa bulan yang lalu entah untuk mengurus keperluan apa. Setelahnya sama sekali aku belum pernah melihatnya.

Satu-satunya hal yang aku tau hanya tentang kak Jayden yang sekolah di kedokteran, karna bercita-cita menjadi dokter. Mengangumkan bukan? Itu juga akhirnya membuatku memikih sekolah kedokteran sebagai tujuan kuliahku.

Pukul 17:00
Sekarang aku sudah berada di International University, kampus tempat dimana Jayden menimba ilmu kedokteran.

Satu persatu ruangan kulewati, rasanya tak bisa berhenti mengagumi suasana yang jelas jauh berbeda dengan sekolahku. Tak sabar ingin bisa segera menjadi mahasiswa, usiaku memang baru tujuh belas tahun tapi bukan berati aku tidak bisa mengimbangi ilmu yang diajarakan disini.

Bruukkkk...

Terlalu asik melihat-lihat tanpa memperhatikan jalan tiba-tiba jidat ku terbentur sesuatu yang tidak terlalu keras tapi juga tidak terlalu empuk. Akh iya, jelas yang kutabrak adalah lengan seseorang. Aku mengangkat kepala saat kusadari yang kutabrak adalah pria paling tampan di bumi, siapa lagi jika bukan Kak Jayden.

My Reason Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang