Tik.. tik.. tik..
Suara bunyi hujan menyadarkan lamunanku di tengah-tengah kepadatan halte karena banyaknya orang-orang yang berteduh dari derasnya hujan. Tak jarang, terdengar suara gerutuan ataupun obrolan diselingi tawa dari anak-anak remaja yang baru pulang sekolah, seakan menambah bisingnya suara yang ada.
"Lagi-lagi aku nggak bawa payung," gerutu seseorang yang berdiri tepat di sampingku. Sebenarnya, aku enggan menghiraukannya, tapi sesuatu di badannya membuatku mau tak mau harus berbicara dengannya.
"Mbak," panggilku pelan. Namun orang itu tidak menyahut.
"Mbak," panggilku sekali lagi sambil menyentuh bahunya pelan. Orang itu pun menoleh.
"Kenapa, Mas?" tanya nya. Aku pun langsung memberikannya jas ku. Dan orang itu pun menatapku bingung.
"Maaf kalau saya nggak sopan, tapi.. baju mbak sedikit nerawang. Dan disini ada banyak laki-laki yang entah bagaimana karakternya. Jadi...yah... mbak ngerti maksud saya kan?" tanyaku setengah berbisik. Orang itu pun memicingkan matanya, tanda tidak yakin dengan perkataanku. Namun saat melihat badannya, baru lah ia percaya dengan apa yang aku katakan.
"Makasih," gumamnya pelan. Aku pun menganggukkan kepala.
Dan itu lah saat pertama kali aku bertemu dengannya.
###
Kali kedua aku bertemu dengannya, yaitu saat aku sedang berada di toko buku dan mencari referensi buku yang direkomendasikan oleh temanku. Saat itu, ia tanpa sengaja menabrakku yang sedang berdiri tak jauh darinya dan menyebabkan kegaduhan dari buku-buku yang berjatuhan dari tanganku.
"Ah maaf! Maaf! Saya tidak sengaja!" katanya sambil membereskan buku-buku yang ku bawa. Aku hanya menghela napas pelan sambil ikut membantu membereskannya.
"Tidak apa-apa," balasku singkat. Ia pun memberikan buku-buku yang sudah ia rapikan kearahku, dan saat itu, tak sengaja mata kami bertatapan.
"Eh? Mas yang di halte itu kan?!" tanya nya antusias. Aku pun menatapnya, kemudian mengangguk.
"Aku belum sempat berterimakasih padamu, sekaligus mengembalikan jas milikmu," kata nya dengan wajah bersalah. Aku pun menggeleng pelan.
"Tak apa, Mbak bisa membuangnya atau menyimpannya," balasku singkat sambil berdiri. Ia pun ikut berdiri.
"Omong-omong, kita belum berkenalan. Namaku Misha, Mas sendiri?" katanya sambil mengulurkan tangan. Aku hanya menatap tangannya, kemudian menjawabnya, "Kavin," jawabku singkat. Ku pikir, orang itu akan tersinggung dengan sikapku kurang ajar. Tapi ia hanya menarik tangannya kembali dan tersenyum.
"Salam kenal Kavin." Katanya ramah.
###
Kali ketiga aku bertemu dengannya, yaitu saat ia berada di halte yang sama seperti sebelumnya sambil memeluk sebuah kantung kertas yang ku rasa merupakan jas milikku. Saat aku berjalan melewatinya, ia pun menahan tanganku dan dengan refleks aku menghepaskan tangannya, membuatnya sedikit terkejut namun kembali bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ini jas mu saya kembalikan. Sudah saya cuci bersih. Terimakasih sudah meminjamkannya, katanya ramah. Aku pun hanya mengangguk dan mengambil kantung tersebut dari tangannya. Saat keheningan kembali tercipta, ia kembali memulai percakapan yang menurutku tak ada habisnya, seperti..
"Tinngimu berapa?"
"183,"
"Wah, tinggi sekali, saya hanya setinggi dadamu,"
"Terus, kalau alamatmu?"
"Bukan urusanmu,
"Tapi saya mau berteman denganmu,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Us
RastgeleKumpulan ide yang tidak sempat terealisasikan warning❗ - harsh words - bxb - mature content please be a smart reader. if you don't like it just don't read it