On Peut Se Tutoyer = Bisakah kita saling menggunakan Tu.
Regi menyandarkan tubuh di sofa kekenyangan. Pinggan potato gratin sudah bersih. Begitu juga french onion soup cuma tersisa setengah panci.
"Musim dingin ini aku pasti nambah berat." Tanpa sadar tangan Regi mengelus perutnya yang bertambah buncit.
"Habis makan, enggak perlu ngomongin soal berat badan," tukas Gaël menyerahkan mug cokelat hangat dengan tumpukan marshmallow.
Regi tertawa. Tentu pria itu tidak bermasalah dengan berat badan. Tubuh Gaël cenderung ceking.
"Tambah lagi marshmallow?" tanya Gaël seraya menyodorkan kantong marshmallow.
"Enggak usah. Bahaya banget. Hari ini aku udah makan berapa kalori coba," keluh Regi menyeruput cokelat hangat. Terasa sedikit ada campuran rum di dalamnya yang membuat tubuh semakin hangat.
"Setahun sekali," ucap Gaël sembari menambahkan marshmallow sampai meluber ke pinggir mug.
Gaël menekan-nekan gunung marshmallownya dengan sendok kecil sampai tenggelam dalam buih cokelat . Diserutputnya cokelat pelan-pelan. Pria itu menutup mata macam menikmati setiap sesapan yang mengaliri di kerongkongan. Ekspresi yang biasanya masam sontak berubah menggemaskan.
"Aku heran kamu kerja tiap hari di boulangerie. Makan roti dan pastry tiap hari, tapi enggak gemuk?"
"Aku berharap bisa gemuk tapi susah. Pernah nyoba juga ke gym buat nambah otot tapi ya, biayanya mahal," ucap Gaël dengan cuek. "Kamu enggak perlu mikirin soal gemuk atau enggak," lanjutnya lagi.
"Tapi kan perempuan jelek gendut."
"Kamu enggak gendut," tukas Gaël cepat.
Regi tersenyum tipis. Dia sudah lama tidak menimbang berat badan. Entah benar atau tidak. Namun, ucapan Gaël membuat dirinya senang.
"Apa harapan kamu tahun depan? "tanya Regi.
"Semoga boulangerie kami tetap bertahan. Susah bertahan tetap otentik. Kami bersaing dengan boulangerie franchise yang modalnya lebih gede,"jawab Gaël.
"Mungkin kamu perlu cari investor."
"Dulu pernah ada yang mau membeli boulangerie kami tapi Paman Arnauld menolak. Dia bilang ini bisnis keluarga tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Aku setuju dengan itu tetapi berat dimodal dan tetap perlu ada pembaharuan."
"Aku sering lihat di boulangerie lain menjual roti organik atau gluten free. Kamu tidak mau coba seperti itu? Makin banyak orang yang peduli dengan gaya hidup sehat. Kali saja orang jadi lebih banyak datang ke tempat kamu." Regi memberi usul.
"Pernah terpikirkan tapi suara aku kalah dibandingkan Paman Arnauld dan keluarga lain. Mereka keras kepala semua," keluh Gaël dengan dahi berkerut. Bibirnya kembali melengkung ke bawah.
Regi bertopang dagu. Kadang pikiran kolot sering jadi penghambat. Kasihan juga Gaël. Dia ingin membantu memberikan saran untuk Boulangerie Arnauld. Otaknya mencoba mengali lagi ilmu bisnis yang dipelajarinya di kelas.
Gaël melirik ke arah Regi yang mendadak terdiam dengan dahi berkerut.
"Itu masalah keluarga kami. Kamu enggak perlu ikut memikirkan," tukas Gaël sambil menepuk pelan kepala Regi.
Regi tersipu dengan gerakan spontan itu. Ya Tuhan, tengah malam begini Gaël begitu berbeda. Terlalu manis. Terlalu baik. Terlalu menggemaskan. Regi jadi ingin memeluknya.
"Ya kali saja aku bisa bantu," kata Regi setelah menyeruput cokelat. Matanya berusaha dialihkan pada pemandangan di luar sana untuk menetralkan letupan-letupan di dadanya. "Terus kamu masih tetap menulis skrip untuk Youtube Atilla?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rendezvous in Paris (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Sepanjang hidup Regita Hapsari , 27 tahun, berada di bawah pengawasan ketat orang tuanya. Hidupnya terlalu lurus, cenderung membosankan. Ketika memulai hidu...