La douleur exquise = terjemahan harafiahnya rasa sakit luar biasa. Tapi istilah ini lebih sering digunakan untuk menggambarkan rasa sakit akibat cinta yang tak terbalaskan.
Regi menatap wajahnya di cermin dan menarik napas panjang. Ada lingkaran hitam di bawah mata akibat kebanyakan begadang. Beberapa hari terakhir ini dia baru bisa tidur lewat jam satu malam. Bukan, dia bukan begadang karena mengerjakan tugas kuliah tapi karena enggak bisa tidur. Setiap dia memejamkan mata selalu muncul wajah Gaël. Padahal dia sedang berusaha untuk melupakan pria itu. Ternyata lebih sulit melupakan Gaël dibandingkan Mathias.
Terdengar suara ketukan dari luar. Setiap akhir pekan dia dan Maya punya ritual sarapan bersama di common room sambil merencanakan hari itu mereka akan pergi ke mana.
"Regi, udah bangun?" panggil Maya dari luar.
"Enggak dikunci. Masuk," balas Regi.
Maya melonggokan kepala dan duduk di tempat tidur.
"Udah cakep," seloroh Maya. "Kita kan cuma ke bawah. Aku aja belum mandi," lanjutnya.
"Muka aku kusam banget," keluh Regi seraya mengikat rambut tinggi-tinggi di atas kepala.
"Bisa kamu ditutup pakai foundation dan concealer. Ayo, aku udah lapar. Atilla bilang dia lagi manggang roti, kita bisa nebeng dibuatin," ucap Maya.
"Dasar, kamu pemalas."
Maya tertawa sambil menarik tangan Regi untuk keluar kamar.
Common room Sabtu pagi cukup ramai. Banyak mahasiswa yang membuat sarapan. Ruangan ini disediakan bagi mahasiswa bersantai sambil makan. Kalau di kamar mereka hanya bisa masak seadanya, di common room tersedia peralatan masak lengkap. Yang penting mereka membeli sendiri bahan-bahannya. Ada lemari es besar untuk menyimpan bahan makanan yang sudah diberi label nama. Regi sering menyimpan buah segar dan makanan beku di situ. Bahkan tersedia oven, microwave, toaster dan food prossesor. Di meja dapur yang panjang Atilla menunggu giliran memanggang roti di dekat toaster. Tangannya memegang kantong plastik roti tawar dan selai stroberi.
"Bébé (sayang), aku buatkan roti bakar," ucap Atilla menyambut Maya.
Atilla serta merta meraih tangan Maya dan menghujani kekasihnya dengan ciuman di sekujur wajah. Tidak peduli kalau common room penuh dengan mahasiswa lain. Buat pasangan romantis ini dunia hanya milik berdua. Tingkah Maya tak kalah heboh. Maya melingkarkan tangan di pinggang Atilla dan membalas ciuman pria itu. Puas saling melahap, Maya menggelendot manja di samping Atilla.
Regi hanya tersenyum tipis melihat kemesraan keduanya. Lama-lama dia kebal melihat ada pasangan yang berciuman di depannya. Walau ada sedikit perasaan sedih membayangkan, dia juga pernah berciuman heboh seperti itu dengan Gaël.
"Regi, kamu juga aku buatkan," ucap Atilla ketika menyadari Regi berdiri di dekat mereka.
"Aku buat kopi ya. Aku masih punya bubuk kopi," ucap Regi menunjuk bungkus kopi yang dibawanya dari kamar.
"Kopi Kintamani. Enak banget," imbuh Maya.
"Bein sûr (tentu saja). Aku tahu. Sempat dibuatkan Gaël waktu di apartemennya," seloroh Atilla.
Maya meninju pelan perut Atilla dan memberi pelototan macam mengingatkan pacarnya jangan menyebut nama itu di depan Regi.
"Désolée (maaf), aku enggak maksud. Tapi kopi itu memang enak," ucap Atilla.
"Aku yang ngasih ke dia," ucap Regi berusaha terdengar senormal mungkin.
Maya tersenyum tipis dan segera melepaskan lengannya dari tubuh Atilla lalu berkata, "Aku yang ambil mug."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rendezvous in Paris (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Sepanjang hidup Regita Hapsari , 27 tahun, berada di bawah pengawasan ketat orang tuanya. Hidupnya terlalu lurus, cenderung membosankan. Ketika memulai hidu...