L'idée Spontanée

3.1K 263 13
                                    

L'idée spontanée = ide spontan

Regi bangun dengan malas. Perutnya terasa lapar tetapi tidak ada apa-apa di lemari es. Dia lagi tidak berniat sarapan Indomie. Regi menempelkan kuping ke dinding. Terdengar suara pintu kamar Maya ditutup dan disusul derap langkah. Dia bisa mendengar suara Maya sedang mengobrol sambil ketawa-tawa dengan dua orang teman. Mereka sedang merencanakan mau hunting barang-barang vintage di Le Marais. Suatu rencana yang pernah Maya obrolkan bersama Regi.

Regi merasa nelangsa. Begitu mudah Maya mencari teman pengganti untuk jalan-jalan. Biasanya Sabtu pagi mereka akan sarapan di common room dan dilanjutkan dengan menjelajahi setiap sudut Paris sampai larut malam.

"Aku juga bisa senang-senang!" Regi ngedumel dalam hati.

Regi segera bangkit dari tempat tidur. Dia tidak mau mengasihi diri sendiri. Tanpa Maya dia mampu mencari kesibukan. Banyak tempat keren di Paris yang bisa dieksplorasi. Regi berdandan yang cantik untuk menambah semangat.

Sebelum keluar Regi mengecek lagi penampilannya; legging hitam,  rok  terusan wool dengan kancing, coat dan boots semata kaki. Rambutnya dia ikat tinggi-tinggi ala Ariana Grande. Mata Regi tertumbuk pada amplop pink yang terselip di antara buku. Untung ketika Gaël ada di kamar ini pria itu tidak melihat. Regi mendorong amplop masuk lebih dalam ke selipan buku agar tidak terlihat pandangan mata. Dia segera keluar kamar.

***

Dalam perjalanan menuju metro perutnya berbunyi. Regi ragu apakah dia mencari boulangerie lain atau ke boulangerie Arnaud. Dia tidak mau terlalu sering bertemu Gaël. Dia takut kecewa dengan perasaan cinta yang semakin tumbuh di hatinya sementara Gaël masih tetap menganggap dia sebagai teman.

Seingat Regi di hari Sabtu yang berjaga Paman Arnaud atau Sébastien. Enggak ada salahnya datang ke boulangerie, dia butuh croissant. Bukan butuh Gaël!

"Bonjour Regi," sapa Sébastien ketika melihat Regi masuk ke dalam boulangeri.

"Bonjour Sébastien."

"Gaël hari ini libur tapi kadang-kadang dia sering mampir. Kamu tunggu saja atau bisa aku teleponkan," kata Sébastien.

"Enggak usah. Aku ke sini cuma mau beli croissant,"ucap Regi tersipu malu.

Selain Paman Arnaud, Sébastien yang paling ramah mengajak ngobrol pengunjung. Pria itu selalu menganggap Regi datang ke boulangerie untuk ketemu Gaël.

"Kami baru selesai memanggang croissant. Mau beli berapa?" tanya Sébastien.

"Aku mau dua croissant sama quiche lorraine satu," jawab Regi.

Sébastien mengambil kantong kertas, memasukkan pesanan yang dibeli Regi dan bertanya,"Mau beli minum juga? Aku bisa buatkan cafe au lait tapi tidak seenak buat Gaël."

"Aku minum buatan siapa saja. Enggak harus buatan Gaël," cetus Regi.

"Kenapa kamu enggak suka?" tiba-tiba suara Gaël menyela pembicaraan mereka.

Regi menoleh ke arah belakang dengan cepat. Gaël sudah berdiri di depan pintu dengan ekspresi tengil. Pria itu menggunakan celana kargo, kaos hijau army lengan panjang yang pas badan dan coat. Rapi dan seksi.

"Aku enggak bilang enggak suka," tukas Regi sambil melotot.

"Lalu kenapa tidak harus buatan aku?" tanya Gaël

"Karena kamu enggak ada, ya buatan siapa pun tidak ada masalah. Sama saja enaknya," cetus Regi.

"Kamu yakin kalau buatan dia cocok dengan selera kamu?" tanya Gaël dengan nada tengil.

Love Rendezvous in Paris (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang