Sous le ciel matinal de Paris = Di bawah langit pagi ParisMereka duduk di bangku semen menikmati sarapan di balik bangunan gereja. Tersembunyi tetapi masih bisa melihat kesibukan di jalanan macam bersarang di lubang para sniper yang mengawasi targetnya. Langit pekat sedikit memunculkan semburat orange. Lampu jalanan menyinari kota yang kosong. Tanpa manusia. Tanpa kendaraan. Hanya ada daun-daun yang jatuh dari ranting pohon yang meranggas. Sekumpulan merpati berkeliling mematuki remah-remah di trotoar. Mereka menikmati makanan dalam diam.
Gaël menoleh dan menatap poni Regi yang terkena angin. "Rambut kamu bagus. Aku takut salah lihat waktu di metro," ucapnya memecah keheningan.
"Merci," ucap Regi tersipu. Tak disangka Gaël memperhatikan warna rambutnya yang sudah berubah itu. "Makasih juga kamu udah nganterin aku sampai kamar dengan selamat," tambahnya.
Mabuk berat di statiun metro saat malam hari sangat berbahaya. Ada kemungkinan dilecehkan atau dicopet. Berkat Gaël, dia tiba di rumah dengan selamat. Tas dan dompet pun tidak ada yang hilang.
Gael hanya menjawab dengan gumaman.
"Kamu,kok, ada di stasiun waktu itu. Kamu nguntit aku, ya?" Regi secara bergurau mengulang kalimat Gaël.
"Aku dari Châtelet mau ke boulangerie. Turun di Porte de Choisy sama dengan kamu. Aku sudah melihat kamu sejak di kereta," Gaël menjawab dengan raut datar.
"Kenapa kamu enggak nyapa?" tanya Regi sedikit menyesali. Paling tidak kalau malam itu di kereta ada orang yang dikenal rasanya lebih baik.
"Vous savez (kamu tahu kan,) "Gaël mengangkat bahunya. "Jangan pernah ngajak ngomong perempuan yang sedang meneguk wine langsung dari botolnya."
Regi tersipu malu. Jelas sudah tampilannya kala itu macam pemabuk berat yang membuat orang lain tidak berani mendekat atau bertanya. Video Maya ketika dia teler kembali bermain di pelupuk mata. Regi merinding.
"Problèmes de coeur (masalah percintaan)?" tanya Gaël lambat-lambat. Ada nada khawatir di situ membuat Regi sedikit berdebar tanpa alasan. " Kamu menyebut nama Mathias."
Regi berdehem pelan, menutupi rasa malu. Mau tak mau dia berkisah tentang pria di kampus yang dia taksir. Kebodohannya menolak datang ke pesta dan membuat dia minum wine sampai berlebihan.
"Hanya itu? Bukannya itu perkara sepele? " tanya Gaël tanpa tendeng aling.
Regi melotot dan mengigit croissant keduanya dengan gemas. Dasar pria tidak sensitif. Tidak romantis.Aneh sekali ada pria Prancis yang tidak romantis.
"Parce que, c'est Paris (karena ini Paris)!" ucap Regi menekankan kata terakhirnya.
Tawa Gaël meledak dan membahana ke udara. Seekor tikus yang sedang mengorek-ngorek tempat sampah segera berlari ke balik trotoar. Pria itu tertawa lepas sampai memunculkan kerut-kerut di dekat mata. Punggung dan bahunya berguncang hebat.
"Ya, Paris tempat yang romantis. Kamu bisa bertemu dengan siapa saja dan langsung jatuh cinta. Berpesta, bercinta, minum wine bergalon-galon. Semua orang bahagia," sindir Gaël.
Regi membiarkan Gaël terus tertawa. Tetapi kalau dipikir baik-baik menggunakan otak warasnya, tidak ikut ke pesta Mathias memang perkara sepele. Jauh dilubuk hati ada hal lebih besar yang mengusik hatinya. Perasaan dirinya jomblo. Regi si perawan yang jelek dan kuper.
"Paris punya segalanya tetapi tidak kenyataannya enggak seindah itu. Kamu kebanyakan nonton film," tambah Gael setelah puas tertawa. "Jadi kamu ingin Mathias jadi pacar kamu?" Suara Gaël berubah serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rendezvous in Paris (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Sepanjang hidup Regita Hapsari , 27 tahun, berada di bawah pengawasan ketat orang tuanya. Hidupnya terlalu lurus, cenderung membosankan. Ketika memulai hidu...