Passer Le Temps dans Le train = menghabiskan waktu di kereta api
Regi berdiri sembari meletakkan tangan di dagu. Matanya menatap pemandangan dari balik jendela. Kereta yang ditumpangi sudah melewati stasiun Monceau Les Mines. Kini dia sedang berada di cafe bar yang ada di lantai atas.
Dari kejauhan Gaël sedang antri menunggu makanan yang dipesan. Mereka sengaja pindah ke cafe bar.
Kereta TGV yang membawa ke Lyon ini modelnya bertingkat atau duplex. Mereka dapat tempat di lantai atas sehingga bisa melihat pemandangan dari balik jendela lebih jelas. Atilla memesan tempat duduk dengan model empat kursi berhadapan dan satu meja. Maya dan Atilla langsung duduk bersebelahan. Sementara Regi bersebelahan dengan Gaël. Pemandangan dua insan yang berpelukan dan saling melahap wajah pasangannya itu lama-lama terasa aneh. Gaël berinisiatif mencari makan di cafe bar.
" Ini pesanan kamu," ucap Gaël meletakkan dua gelas kopi hangat dan muffin cokelat.
Gaël memesan croque monsieur dan salad untuk dirinya sendiri.
"Merci (terima kasih)," ucap Regi.
Mata Regi masih tidak lepas pada pemandangan di jendela. Dia sangat menyukai perjalanan dengan kereta. Setiap liburan ke Bandung atau Semarang saja dia lebih suka menggunakan kereta dibandingkan pesawat atau mobil. Apalagi di Prancis. Perjalanan menggunakan kereta lebih menyenangkan dibandingkan naik pesawat. Naik kereta tidak perlu melewati check in di konter khusus. Cukup men-tap barcode yang tercetak di tiket pada gerbang masuk di peron dan pintu terbuka secara otomatis. Penumpang mencari sendiri gerbong dan nomor kursi. Begitu gampang dan menyenangkan.
Kereta memasuki daerah pedesaan dengan pohon-pohon tinggi dan rumah-rumah sederhana. Sesekali ada mobil yang melintas. Terlihat padang rumput yang tak habis-habis. Langit cerah dengan awan-awan biru keputihan yang seperti menyapa mereka. Kereta melaju dalam kecepatan konstan yang halus. Cup kopi ditangan Regi nyaris tidak bergoyang sama sekali. Dia menyeruput dengan tenang. Sungguh perjalanan kereta yang sempurna. Tanpa sadar senyum kembali tersungging di bibir.
"Kenapa?" tanya Regi ketika menyadari Gaël yang terus menatap dirinya.
"Kamu sedang ngelamun?"
"Ngeliat pemandangan. Aku paling senang naik kereta. Pemandangannya bagus," jawab Regi.
"Aku juga senang naik kereta." Gaël menimpali dan meniru gesture Regi yang meletakkan tangan di dagu.
Mereka tidak saling berbicara. Tenggelam dalam keindahan pemandangan di luar. Cahaya matahari tepat menyinari punggung tangan Gael. Bulu-bulu halus keperakan di punggung tangan itu terlihat begitu seksi ketika Gael mengaduk saladnya. Ada desiran halus ditengkuk Regi.
"Kamu mau?" tanya Gaël saat dilihatin.
Regi tersipu malu. Astaga. Setelah bibir, entah kenapa bulu-bulu halus di tangan Gaël menciptakan pikiran liar.
"Lumayan rasa saladnya. Coba saja." Gaël menyerahkan garpu yang masih terbungkus plastik.
Regi baru menyadari pria itu mengambilkan dua garpu. Pertanda sudah menyiapkan salad ini untuk dinikmati bersama.
Regi mengaduk-aduk antara daun selada, tomat dan potongan tuna. Dia mencoba mencampur dengan mayones. Gaël dengan cepat menambahkan lagi mayones pada tumpukan dedauanan yang diaduk-aduk oleh Regi.
"Aku bisa sendiri. Makasih, lho," cetus Regi.
"Alors (yah), tangan kamu sedang pegangan garpu. Repot," cetus Gaël.
Regi tersenyum tipis. Gaël selalu berbicara intonasi datar, cenderung membosankan tetapi terdengar sangat manis di kupingnya. Pria itu seolah tidak mau menunjukan dia peduli walau sebenarnya sangat peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rendezvous in Paris (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Sepanjang hidup Regita Hapsari , 27 tahun, berada di bawah pengawasan ketat orang tuanya. Hidupnya terlalu lurus, cenderung membosankan. Ketika memulai hidu...