Tout simplement profiter de doux plaisir = sekadar menikmati kesenangan yang manis
Regi mengetatkan coat dan mengosok-gosokan tangan yang terbungkus sarung tangan. Paris berselimutkan salju tebal. Ke mana pun mata memandang yang terlihat hamparan warna putih. Mobil yang parkir di pinggir jalan, pohon-pohon dan jalanan pun tertutup salju. Ramalan cuaca melaporkan dalam minggu ini sedang ada badai salju.
Regi melangkah sangat pelan dan berhati-hati. Di musim salju, jalanan licin karena banyak salju lumer yang membasahi jalanan. Sekali waktu dia pernah terpeleset. Sakitnya tidak seberapa tapi malunya itu. Belajar dari pengalaman dia mulai menghafal jalan-jalan yang terbilang aman dari sisa salju. Biasanya jalan-jalan modern dengan aspal licin dan trotoar semen cenderung membuat orang terpeleset dibandingkan jalanan cobblerstone (batu-batu besar). Sayangnya jalur cobblerstone memaksa dia melewati Boulangerie Arnaud.
Sambil melangkah Regi melirik ke arah jendela Boulangerie Arnaud. Ada rasa ingin bertemu Gaël tetapi dia bingung harus ngomong apa kalau bertemu. Sejak peristiwa malam tahun baru mereka belum bertemu. Regi terlalu malu bertemu dengan pria itu.
Di samping pintu masuk, sepeda Gaël diparkirkan. Kemungkinan besar pria itu ada di dalam. Tanpa sadar mata Regi melongok ke dalam boulangerie. Menjelang tutup suasana agak ramai lantaran pasty dan roti dijual dengan setengah harga. Regi pernah juga mampir ke sini beberapa menit sebelum tutup demi mendapat roti enak dan murah. Di meja kasir ada Gustav yang melayani pembeli. Terlihat pula Sébastien yang memunculkan wajah dari dapur sambil membawa loyang besar.
"Salut (hai) Regi," ucap Sébastien yang berjalan ke dekat pintu.
"Salut, Sébastien," balas Regi sedikit gugup. Sialan! Kenapa pria itu melihat dirinya.
"Kamu mencari Gaël?" tanya Sébastien tanpa basa-basi.
Regi menggeleng cepat. Namun, Sébastien yang mengangkat loyang-loyang kosong tidak melihat gerakan itu.
"Gaël lagi beres-beres di dapur. Sebentar lagi kami tutup. Kamu datang terlambat. Crosissant sudah habis," kata Sébastien yang hafal favoritnya.
"Eh, enggak masalah. Ak-ku," Regi sedikit gugup. Dia masih bingung mencari kalimat berkelit terbaik. Dia tidak niat mampir ke boulangerie ini. Kebetulan saja lewat.
"Bonsoir (selamat malam) Regi." Terdengar suara Gaël.
Serta merta pipi Regi memerah ketika melihat Gaël keluar dari dapur. Pria itu mengenakan jins biru lusuh dan kaos lengan panjang ditimpa kemeja flanel yang digulung sampai siku. Raut wajahnya terlihat lelah tetapi mata cokelatnya berpedar-pedar hangat. Regi mendadak ingin memeluk pria itu. Teringat kembali saat mereka berpelukan dan ciuman di dapur Gaël.
Mata Gaël pun tak lepas menatap diri Regi. Ekspresinya datar tetapi matanya memindai dengan tajam tampilan Regi.
Regi mengerang dalam hati, menyadari dandannya yang berbeda dari biasa. Pasti Gaël bisa menebak dia habis berkencan.
"Bonsoir," balas Regi. "Aku tadi ada undangan soirée." Regi merasa wajib memberitahu agar Gaël tidak punya pikiran macam-macam.
"D'accord (okay)," balas Gaël singkat.
Tangan Gaël mengeluarkan serenceng kunci dari kantong jins. Pria itu siap menutup toko. Sébastien sudah memasukkan papan menu ke dalam. Tersisa satu pengunjung yang masih dilayani Gustav di meja kasir.
"Udah habis semua ya," ucap Regi setelah beberapa saat.
"Hari ini lagi banyak yang beli. Laris," cetus Gaël. Suaranya terdengar bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rendezvous in Paris (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Sepanjang hidup Regita Hapsari , 27 tahun, berada di bawah pengawasan ketat orang tuanya. Hidupnya terlalu lurus, cenderung membosankan. Ketika memulai hidu...