1

9.3K 826 58
                                    


Cerita ini, sequel dari SAH menikah dg mantan, baca cerita itu dulu ya, supaya nyambung, Namima & Evran lanjutannya ada disini...

Pdf, ebook & Kbm aplikasi tersedia yaa...

Order pdf bisa via wa di 088973689642

Harga 50k saja

Happy reading :)

***

Sebelum tidur, Namima akan menyempatkan waktu untuk berlama-lama menatap bingkai foto seorang bayi mungil yang sedang terlelap di tangannya.

Nama bayi mungil itu Langit Abraham Wijaya, putranya.

Anak yang terlahir dari hubungan terlarang antara dia dan kakaknya sendiri. Anak yang lahir dari hasil pemerkosaan yang di lakukan kakaknya 7 tahun yang lalu.

Namima mencintai bayinya, meski dia lahir tanpa ayah. Namima sangat menyayangi Langit, sebagaimana ibu lain yang menginginkan bayi itu lahir tanpa cela.

Setiap hari, Namima mengutuk dirinya sendiri. Ketidakbahagiaan yang hari ini dia rasakan adalah buah dari karma hidup yang harus di terima. Dia pantas mendapatkannya... dia pantas menderita.

Sebelum kehilangan Langit, Namima sempat membuat album foto anaknya. Dan dia sama sekali tidak menyesali itu. Kala rindu menyapa relung hati Namima, wanita itu akan menatap lama-lama gambar tersebut, setelah itu memeluknya sambil merasakan rasa sakit yang merayap masuk dalam benak wanita itu.

Namima menyesal karena menjadi naif. Namima menyesal karena bodoh. Dan Namima menyesal karena belum bisa menjadi ibu yang baik untuk Langit. Dan setiap kali... Namima merutuki dirinya sendiri. Dia mengutuk hidupnya...

Dia pantas mendapatkan rasa sakit ini.

Dia pantas menerima kesepian ini.

***

"Bawa apa kamu?" Intan bertanya dengan ketus ketika melihat Namima pulang ke rumahnya sambil membawa bingkisan di tangan.

"Martabak, Mam..."

Merasa tidak di sambut hangat, Namima bersikap acuh. Sudah biasa. Mamanya memang seperti itu sejak dulu. Ibunya akan bersikap tidak menyenangkan saat apa yang wanita itu mau tidak di turuti olehnya. Dan.... ya... Namima cukup pembangkang.

Ada banyak hal yang di harapkan Intan padanya, tapi satupun Namima belum bisa memenuhi.

Intan tidak menutupi ketidaksukaannya atas kepulangan Namima ke rumahnya. "Mau apa? Tumben pulang..." meski ketus, Intan duduk di sofa sambil memeriksa kresek yang di bawa oleh Namima.

Benar. Isinya martabak kesukaannya.

"Kangen sama mama... memang mama nggak kangen sama aku?"

"Kangen juga percuma kan? Kamu milih tinggal di rumah itu sendirian daripada temani mama disini... terserah kamu saja lah!" Sungut wanita itu.

Memang benar kalau selama ini, Namima tinggal sendiri. Semuanya berawal saat Namima kehilangan Langit. Ia marah pada dirinya sendiri. Dia marah pada mamanya. Tapi dia lebih memilih hidup sendiri sambil menyesali apa yang telah terjadi. Ia hanya tidak ingin merasa hidup nyaman saat ia bahkan tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya.

Namima harus ingat, bahwa kesedihan dan kesepian ini pantas ia dapatkan.

Itu saja.

Namima hanya berusaha mengulas senyum.

"Kamu pulang, Mima?" Sapa Erlangga ketika pria itu datang dari tangga untuk menghampirinya.

"Iya, Pa. Gimana kabar papa, sehat kan?"

Terikat Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang