8

3.8K 524 84
                                    


"Elang, jagain Senja sebentar saja ya, sayang. Mami mau telepon dulu sama Om kamu!" Teriak wanita itu pada seorang bocah yang berusia 7 tahun tersebut.

Bocah itu, langsung menghentikan permainan bolanya, setelah menyeka peluh yang membasahi dahi, anak lelaki tersebut kemudian bergerak mendekati anak kecil yang berusia 2 tahun—yang sedang bermain sendirian beralaskan sebuah kain di hamparan rumput.

"Anak pintar, mami kesana dulu ya sebentar!" Ucap Evelyn sambil mengusap puncak kepala putranya yang sudah duduk di samping Senja, bayinya yang berusia 2 tahun.

Evelyn bergerak menjauh dengan ponsel di sisi telinganya.

"Iya, Ben. Aku sudah atur penerbangan untuk pulang ke Indonesia. Aku pasti hadir di acara pernikahan kamu, tenang saja."

"Baguslah. Aku harap kamu hadir, Kak... aku akan sangat senang bisa melihat anak-anakmu!"

"Yasudah, salam buat mama dan papa kamu ya?"

Kemudian panggilan terputus. Evelyn mendesah lega kemudian menoleh menatap anak-anaknya. Senyum terbit di bibir wanita itu. Tahun ini mereka berencana pulang ke tanah air untuk acara pernikahan sepupunya, Ben.

***

"Kak Namima ini bagus bangettt... di luar ekspetasiku!" Seru Gisela saat mencoba gaun yang di buat langsung oleh Namima.

Saat ini, Gisela sedang mengagumi dirinya di depan cermin dengan gaun yang melekat di tubuhnya.

"Syukurlah kalau kamu suka, Sela." Namima tersenyum lega mendapati bahwa Gisela menyukai hasil kerja kerasnya.

Gisela menoleh dengan tatapan terharu.

"Aku memang nggak salah pilih kan?! Mama pasti suka..." serunya girang dengan binar yang menghiasi matanya.

Namima semakin mengulas senyum lebar. Ada perasaan bangga yang menyusup dalam benaknya ketika melihat tatapan puas pelanggannya. Itulah yang membuat Namima mencintai pekerjaannya.

"Ya ampun aku akan terlihat cantik di acara nanti..." ucap Gisela sambil menatap dirinya di pantulan cermin sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Makasih banyak, Kak!"

"Sama-sama, Sela..."

Namima tidak bisa menghilangkan senyumnya melihat kebahagiaan Gisela.

***

"Sayang, kamu kelihatan pucat," Ben mengkhawatirkan kekasihnya saat dilihatnya Namima nampak cemas. Benar saja, Namima merasakan kepalanya berdenyut nyeri, perutnya sedikit mual. Ini pasti karena dia terlalu bekerja keras akhir-akhir ini.

"Aku sedikit pusing, Ben!"

"Kalau begitu, sebaiknya kamu duduk..."

Ben menuntun Namima untuk duduk di sebuah kursi. Pesta di rumah sepupunya itu cukup meriah untuk gadis seusia Gisela. Benar, gadis itu mengundang seluruh temannya untuk hadir di acara sweet seventeen yang di adakan di halaman rumah. Bersyukur bahwa acaranya berlangsung dengan damai tanpa kerusuhan. Dan cuaca pun sangat mendukung.

"Aku ambilkan minum, ya?" Kata Ben memberi perhatian.

"Nggak usah. Aku cuma butuh duduk..."

"Kamu terlalu capek, akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan padahal pernikahan kita tinggal sebulan lagi!"

Namima mengulas senyum tipis. Mau bagaimana lagi? Meskipun pernikahannya tinggal menghitung minggu, pekerjaan juga menunggunya.

"Maaf, Ben. Kalau nggak aku kerjakan sekarang, saat kita pergi bulan madu, pekerjaanku akan semakin menumpuk!"

Terikat Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang