4

4.2K 522 34
                                    


Evran senang melihat wanita itu masih ketakutan terhadapnya. Lihat... dia menangis.

Wanita itu bergerak mundur sambil menghapus air mata yang menitik di pipi, kemudian berbalik untuk masuk ke kamarnya.

Pria itu menyeringai senang karena Namima tidak jadi pergi dari rumah ini. Baguslah.. akan semakin mudah baginya menghantui Namima kalau mereka berada di lingkup yang sama bukan?

Sementara itu, usai mengunci kamarnya Namima bergegas melucuti semua bajunya hingga menyisakan celana dalam dan bra saja. Ia berjalan pelan menuju meja rias yang terdapat cermin.

Cermin di depannya memantulkan bayangan tubuhnya. Namima sedikit menyibak celana dalamnya, disana luka itu masih ada. Luka sayatan pisau bedah saat dokter mengeluarkan bayinya dari dalam perut. Ia menyentuh luka tersebut, tidak sakit... hanya saja luka tersebut masih membekas dalam ingatannya.

Ingatan tentang perlakuan menjijikan Evran di masa lalu terhadapnya.

Ingatan bahwa ia pernah mengandung anak pria itu.

Ingatan bahwa Langit pernah bersemayam dalam rahimnya.

Ingatan itu menerobos masuk, menyadarkan Namima akan dirinya.

Iya, dia bukan lagi seorang gadis.

Dia seorang ibu, yang telah di tinggal pergi putranya.

Dia adalah wanita yang telah mempunyai anak tanpa suami.

Pantaskah Ben mendapatkan perempuan seperti dirinya?

***

Namima mempunyai butik, ia mendesain sendiri baju-baju yang di jualnya. Dia juga mempunyai usaha konveksi untuk menjahit baju-baju buatannya. Usaha yang telah ia geluti sejak lama.

Butik itu di dirikan sejak 4 tahun yang lalu setelah sebelumnya dia meminta persetujuan pada Erlangga dan mama. Namima ingin menekuni pekerjaan di bidangnya. Sejak kecil, Namima suka menggambar, dan bakat itu dia kembangkan hingga ia memutuskan untuk menjadi desaigner di bidang fashion.

Beberapa hari terakhir, Namima di sibukkan dengan pekerjaan hingga dia mengabaikan pesan atau telepon dari Ben. Sejak malam itu, Namima berubah. Ia ingin mundur dan lari dari pria itu.

Namima takut menerima penolakan dari kekasihnya.

Bagaimana kalau Ben tahu tentang masa lalunya yang buruk?

Apa Ben akan men-cap nya perempuan nakal? Apa Ben akan mengatainya sebagai perempuan binal? Atau jalang?

Entahlah... ucapan Evran benar-benar memengaruhi pikirannya.

Namima takut kalau Ben kecewa. Namima tidak ingin pria itu terluka. Tapi, apakah dia harus bersembunyi seperti ini?

Dering ponselnya menginterupsi Namima, melirik siapa yang menelponnya, wanita itu nampak gamang.

Ben terus saja menghubunginya tanpa henti. Bahkan mengajaknya bertemu, namun dia memang memilih menghindar.

Asistennya tiba-tiba masuk tanpa meminta persetujuannya.

"Ada apa?" Namima bertanya ketus. Suasana hatinya buruk hari ini.

"Pacar ibu di depan.. lagi nungguin.. dia nggak berani masuk karena ibu mengabaikan telponnya!" Beritahu gadis itu.

"Saya akan temui dia... bilang suruh tunggu saya!"

"Baik, Bu..." kemudian gadis itu menghilang di balik pintu.

Namima membereskan barang-barangnya. Ini memang waktunya makan siang. Jadi, dia akan menemui Ben dan bicara pada pria itu.

Ben menyambut hangat Namima. Pria itu membawa bucket bunga di tangannya.

Terikat Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang