Yes, He is..

4.9K 67 61
                                    

"Gendiiiiisssss.... Huwaaaaaaa... Aku sebal sama kamu! kenapa sih kamu ga mau ikut tadi.. Huwaa..." tangisku begitu tiba di rumah dan menemukan Gendis tengah bersantai di depan televisi ditemani setoples keripik kentang di pangkuannya.

"loh? kenapa mbak? datang-datang kok nangis?" tanyanya terkejut seraya terbangun dari posisi tidurnya di atas shofa.

"Aku tuh tadi jalan-jalan sendirian tahu ga di sepanjang malioboro!" omelku sebal seraya menghempaskan tubuhku ke atas shofa, tepat di sampingnya.

"loh, memang mbak Alika kemana?"tanyanya bingung.

"tiba-tiba saja ada sesuatu yang harus ia urus.. Ahh.. pokoknya hari ini menyebalkan!" jawabku kesal.

"yowes, ceritani aku toh mbak.. ojo dumel ae.." ucap Gendis sabar.

"Tadi tuh aku ketemu orang yang aku yakin adalah cinta pertama aku yang hilang, Dis.. Kemudian aku kejar dia, tapi dia malah lari. Eh, orang-orang di pasar malah salah paham, dikiranya aku ngejar copet! Dan kamu tahu apa? Laki-laki itu di pukuli orang! Ya ampun.. aku takut banget dis!" ceritaku heboh. Namun bukannya berempati, perempuan di hadapanku itu malah tertawa terpingkal-pingkal! Hah.. Yang benar saja!

"Gendis! Kok malah tertawa sih? Kamu tuh.. Ihh.. malesin banget! Tau ah.." omelku kesal kemudian berjalan sambil menghentakan kaki ke arah kamar.

"Bwahahahaaaa.. De'e ngambek! Yo iyolah, piye aku ga guyu, mbak! Wong ceritane lucu.. hahaha.. Piye coba, ngejar cinta pertama kok podo koyo ngejar copet! Hahahaaa.. Makane mbak, sesok-sesok ojo dolan uber-uberan ngono nang pasar!" ucap Gendis semakin menyebalkan seraya membuntutiku ke kamar.

"Ahh.. Gendis! Kamu tuh hari ini menyebalkan banget!" omelku lagi.

"Duh.. Apa sih ramai banget! Kalian tuh kalau udah ketemu, ramainya mengalahkan ibu-ibu arisan se-RT!" ucap Kak Verly seraya memasuki kamarku.

"Hahaa.. Iki loh Mbak Ver, Mbak Vanya main uber-uberan kok nang pasar.. Kalau aku sih main uber social paling untuk twitteran doank.." goda Gendis lagi.

"Hihi.. Gak lucu!" omelku sebal.

"Hahaha.. Apa sih kalian ini.." ucap kak verly tergelak. "Oh ya, Van.. Kakak sepertinya harus kembali ke Jakarta lusa, ga apa-apa khan?" ucap kak Verly kemudian.

"yah.. Kok gitu?" tanyaku kecewa.

"iya, ada masalah penting yang harus kakak selesaikan.. Ga apa-apalah ya.. Khan ada Gendis! Ya khan Gendis?" tanya Kak Verly yang disambut dengan acungan jempol Gendis di sertai cengirannya.

"Ga mau! Gendis sekarang semakin menyebalkan, kak!" ucapku seraya melirik Gendis yang justru tertawa-tawa mendengar ucapanku.

"Hahaa.. Gendis, janji ya sama mbak, kalau kamu akan bantu mba menemani Vanya dan mama.." ucap kak Verly pada Gendis disertai anggukan ceria.

"Siap, Ndoro putri!" jawab Gendis dengan sigapnya.

"Ya sudah, lanjutkan obrolan kalian.. Kakak mau ke kamar dahulu.." pamit kak Verly yang segera kami iyakan.

"Apa?" tanyaku menatapnya yang tengah menahan taawa menatapku.

"hmmphhh.. nesu temenan toh?" tanyanya dengan bahasa jawa sehar-hari itu.

"tau ah.." jawabku sebal.

"Hehehe.. Iyo.. Iyo.. Sepurane yo, mbak.. Aku iku ndak gelem ketemu mba Alika, mbak.. Males.." ucapnya pelan.

"Apa? Ga mau ketemu Alika lagi? Kenapa? Coba kamu jelaskan dengan bahasa Indonesia supaya aku ngerti.." ucapku tak mengerti.

"Iya, aku khan sudah bilang sama mbak. Kalau aku ga mau lagi ketemu cowo yang aku suka dan tunangannya lagi. Aku kesal setiap kali menatap wajah mereka, tapi aku harus tetap bersikap biasa saja. Rasanya ga enak banget mbak, harus menahan perasaan begitu.." ucap Gendis membuatku semakin bingung.

Part of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang