Rival (1)

5.3K 60 21
                                    

"Van, aku sudah membicarakan dengan pihak Alendra, mereka appreciate banget dan mereka setuju untuk mengundang kita survey ke sana week end ini. Bahkan mereka juga menyediakan penginapan untuk kita" ucap mas Rezzy antusias pagi itu.

"waw! asik banget mas! jadi kita jalan-jalan donk?!" pekikku excited.

"kok kamu yang senang? aku khan ga bilang mau ajak kamu.." ucap Mas Rezzy datar.

"eh? memang aku ga diajak? masa gitu? giliran meeting yang bikin stres aku diajak, tapi meeting refreshing di luar kota malah ga diajak!" omelku.

"hahahahaaaa.. iya, iya.. kamu diajak.. pokoknya kemanapun aku pergi, kamu harus ikut!" ucap mas Rezzy ringan. Aku tersenyum lebar mendengar perkataannya. Aku suka kata-katanya barusan. Terlebih lagi pada perubahan sikapnya.

"jadi siapa saja yang diajak?" tanyaku.

"ya.. yang berkepentingan. Aku, kamu, Ega, karna dia scriptwriter dalam project ini, Arya karna ia ilustrator project ini, Radit karna dia yang akan mengontrol Ega dan Arya, dan Sisca tim produksi untuk project ini" ucap mas Rezzy menjelaskan. Aku mengangguk-angguk mengerti.

"mm.. bagaimana jika Jasmine ikut?" pintaku.

"Jasmine? untuk apa?" tanya mas Rezzy heran.

"mmm.. ituu.. kurasa kita akan butuh Jasmine untuk membuat tenggat waktu masing-masing prosesnya" ucapku beralasan. Aku hanya tak ingin Jasmine semakin merasa tersisihkan karena keberadaanku.

"aku tahu alasan kamu sebenarnya, Vanya. Tapi bukan seperti ini caranya. Kalau dia iri padamu, seharusnya ia tunjukan saja kemampuannya untuk mengalahkan kamu. Dan kamu pun begitu, tunjukan saja kemampuanmu, dengan begitu ia akan tahu, sudah sepantasnya kamu mendapat posisi ini" ucap mas Rezzy bijak.

Aku terkesiap mendengar ucapannya barusan. Mengapa ia bisa tahu? Dari mana ia tahu?

"mm.. mengapa mas Rezzy bisa berpikir seperti itu?" tanyaku tanpa membenarkan pernyataannya.

"sudahlah, aku bisa melihatnya. Yang terpenting aku ga mau lihat kamu bersikap tidak profesional hanya karna ini" ucap mas Rezzy

Aku menghela napas dan mengangguk pelan. Ia benar, apa yang ku lakukan? seharusnya aku bisa lebih dewasa menghadapi sikap Jasmine ini..

"Mas Bejo? mengapa mas Bejo tidak lagi meletakkan kopi untuk Vanya di meja saya?" Tanya Radit pada office boy langganannya tersebut.

"oh.. iya, mas. Soalnya saya ditegur sama mas Rezzy, mas Radit.. Mas Rezzy bilang mulai sekarang kalau meletakkan kopi buat Mba Vanya langsung saja di mejanya yang di ruang Mas Rezzy, bukan yang di ruang mas Radit lagi.." tutur mas Bejo dengan wajah polos dan logat Jawa Tengah yang kental.

Rahang Radit seketika mengeras, tangannya terkepal erat hingga urat-urat disekitar jemarinya menonjol keluar.

Ini sesuatu yang sudah ia duga sebelumnya. Lambat laun Rezzy pasti mulai melihat keistimewaan yang ada dalam diri Vanya, dan ia kini mulai merebut Vanya.

Merebut? huh.. Radit hanya dapat tersenyum getir. Ia bahkan bukan siapa-siapa bagi Vanya..

Tapi..

Hal ini sudah cukup membuktikan, bahwa Rezzy telah mengibarkan bendera perang padanya. Ia pasti tahu kalau ini bukan hanya tentang secangkir kopi, ini tentang hati Vanya. Ia jelas-jelas tahu bahwa ini sangat berarti baginya, dan melarangnya membawakan kopi untuk Vanya sama saja melarang untuk mendekatinya.

"Thx Rezzy, atas persahabatan kita selama ini" gumam Radit pahit.

"halo? ya, ini Arya. Mas Radit sedang ke toilet. Ada pesan? Ya, PT. Alendra. Aku dan Ega juga? 2 hari? Ah, baiklah. Terima kasih informasinya, ehm.. Jasmine"

Part of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang