"Ma.. Mama.. Maaa??" Terdengar suara keras seorang laki-laki yang menggema di seluruh penjuru rumah. Tak lama kemudian seorang perempuan paruh baya keluar dari kamarnya dan menghampiri laki-laki tersebut dengan wajah heran.
"Ada apa sih Dennis? Mengapa teriak-teriak begitu?" tanya perempuan tersebut.
"maaf, ma. Tapi di mana Verly?" tanya lelaki tersebut tanpa salam apalagi basa-basi.
"si bibi bilang Verly tidak ada di sini, mana mungkin!" ucapnya yakin.
"Verly? Verly ga di sini. Memangnya ia tidak ke kantor? Lagi pula kamu khan suaminya, mengapa malah tanya sama mama? mama bahkan sudah hampir sebulan tak bertemu Verly.." tanya perempuan itu heran.
"Maksud mama? satu bulan bagaimana? Verly khan sudah lima hari ini tinggal di rumah mama? Aku sendiri yang mengantarnya ke sini sabtu malam lalu" tanya lelaki itu bingung.
"lima hari? di sini? kamu yang benar saja Dennis! masa kami tinggal satu rumah tapi mama tak tahu? lagi pula mengapa Verly bisa tinggal di sini?" Ucap permpuan tersebut semakin ta mengerti.
"jadi betul mama tidak tahu Verly di mana sekarang? aahh.. sial! ia pasti bersama lelaki brengs*k itu!" tanya Denis memastikan. Ia tahu, ibu mertuanya tak akan berbohong padanya hanya untuk melindungi anaknya. Dan satu-satunya kemungkinan adalah ia bersama lelaki itu.
"Apa maksud kamu Dennis? Sekarang jelaskan pada mama, sebenarnya ada apa ini? mengapa kamu mengira Verly di sini? mengapa kamu bisa tidak mengetahui keberadaan Verly? Dan siapa lelaki brengs*k yang kamu maksud?" tanya perempuan itu tegas. Ia jelas merasa ada yang tidak beres diantara keduanya.
"Verly? kamu di mana?" tanya perempuan paruh baya itu dengan nada tegas.
"aku? aku.. aku khan di kantor ma, tentu saja.." jawab Verly gugup.
"kamu jangan bohong! Dennis bilang kamu sudah tiga hari tak masuk kantor! Sekarang juga, kamu ke rumah mama!" ucap perempuan itu dengan nada tinggi seraya memutus sambungan teleponnya. Di tangannya terdapat beberapa lembar foto. Wajahnya kini memerah karna geram menatapnya.
"Ma.. Mama? Bi, mama mana?" tanya Verly begitu memasuki rumah kedua orang tuanya itu.
"I.. ibu di ruang keluarga, mba.. sama mas Dennis.." jawab bibi pengurus rumah takut-takut.
"Dennis!" pekik gadis itu terkejut.
Kemudian ia segera menghambur ke ruang keluarga tersebut.
Plakk!
"APA INI?? HAH??!" Bentak sang ibu membahana ke seluruh ruangan disertai tamparan keras yang mendarat mulus di pipi kiri si anak.
"kamu buat mama malu, Ver! Maluu!" bentak si ibu histeris seraya melemparan beberapa lembar foto ke wajah si anak.
Seketika lututnya melemas, ia jatuh berlutut di kaki ibunya. Shock dengan perlakuan ibunya barusan. Seumur hidupnya tak pernah sekalipun ibunya berlaku kasar pada ketiga anaknya. Dan kini ia mendapat tamparan yang begitu keras karna kesalahan fatal yang memang telah ia buat. Ia memungut lembaran-lembaran foto yang berserakan di bawah kakinya. Ia sedikit terkejut menatap sosoknya sendiri yang tengah berpelukan mesra bersama seorang lelaki dengan segelas wine di tangannya di dalam sebuah nightclub. Dan foto-foto lainnya yang tak jauh berbeda.
"ma.. maafin Verly, ma.. maafin Verly, ma.. Verly mengaku salah ma.." isak Verly sembari bersujud dibawah kaki mamanya. Memeluk erat kedua kaki ibunda tercintanya dengan gemetar karna tangisan.
"jangan minta maaf pada mama, minta maaflah pada suamimu!" ucap mama tegas. Ia tampak benar-benar murka. Tak tersentuh sama sekali dengan tangisan putrinya tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Life
Roman d'amourAndra, cinta pertama Vanya. Laki-laki yang sudah sejak awal masuk SMP ia sukai tiba-tiba saja menghilang ketika mereka masih duduk di kelas 2 SMA. Vanya yang merasa benar-benar kehilangan pun terus berusaha mencarinya hingga ia bertemu dengan Radit...