"mas Radit, tunggu.." panggilku seraya mengejar mas Radit yang telah berjalan keluar ruang rapat. Ia menghentikan langkahnya dan berpaling ke arahku dengan senyum yang dipaksakan.
"kenapa?" tanyanya masih dengan senyum itu.
"mm.. mas Radit setuju aku dipindah? Mas Radit khan tahu aku penulis fiksi, mas. Bukan sekretaris!" ucapku seraya berjalan menghampirinya dengan wajah memberengut. Ucapanku lebih mirip rengekan seorang anak kecil yang menolak ketika dipaksa pergi ke sekolah saat ia masih mengantuk.
"aku tahu, tapi walaupun aku ga setuju sekali pun kamu tahu ga akan ada bedanya, Nya. Pilihan Rezzy betul, kamu pilihan yang tepat. Ga usah khawatir, aku tahu kamu pasti bisa. Ok?!" jawabnya sembari mengusap-usap ujung kepalaku. Aku suka jika ia melakukan ini. Sangat suka. Ditambah lagi ia melakukannya seraya memandang mataku dengan tatapan penuh sayang.
"tapi khan mas.. terakhir kali aku jadi sekretaris itu saat SMP, mas.. aku bahkan sudah lupa bagaimana caranya membuat surat undangan!" protesku manja. Entahlah, mungkin karna perlakuannya padaku tersebut sehingga kini aku malah bersikap seperti anak kecil di hadapannya.
"hei, kamu khan pernah freelance jadi script writer di sebuah website deal dan website sebuah majalah tanaman!" sergahnya seraya menepuk bagian belakang kepalaku pelan. Mungkin untuk membuatku mengingatnya.
"lalu? Apa hubungannya?" tanyaku tak mengerti.
"ya, berarti kamu bukan hanya seorang penulis fiksi, segala bentuk tulisan pun kamu menguasai. Jadi mengapa kali ini tidak?! Berusahalah! Vanya yang ku kenal tak pernah ragu untuk mempelajari hal baru! OK?!" ucap mas Radit berusaha meyakinkanku diakhiri dengan satu tepukan di bagian belakang kepalaku lagi. Hanya saja kali ini lebih keras.
"iiiihhh.. mas Radit!" omelku seraya memberengut. Dan ia berjalan meninggalkanku dengan tawa renyahnya. Ya, meskipun aku masih sedikit kesal dan tak terima dengan keputusan sepihak mas Rezzy, tapi ucapan mas Radit barusan membuatku sedikit bersemangat dan tak lagi berpikir pesimis. Aku tersenyum pahit, dilihat dari ekspresinya di ruang meeting tadi aku tahu mas Radit juga sangat menentang keputusan ini, tapi di depanku ia sama sekali tak menunjukannya. Aku yakin, ini semua karna ia ingin menghiburku.
Tapi..
Ada satu yang membuatku kecewa..
Mengapa..
Mas Radit tidak berusaha mempertahankanku?
Aku berjalan lunglai ke ruang tim kreatif. Ruangan yang sebentar lagi akan segera kutinggalkan hingga batas waktu yang belum ditentukan. Teman-teman seruanganku tampak tak bersemangat ketika aku memasuki ruangan. Begitu juga mas Radit. Namun ketika mas Radit menyadari kehadiranku, ia berusaha mengontrol emosinya dan berkata dengan semangat,
"wah.. ayo tepuk tangan dengan sekretaris sementara kita yang baru!" tapi teman-teman yang lain malah menanggapinya dengan tatapan heran.
"hei, ada apa dengan kalian? Cepat beri selamat pada sekretaris baru kita!" perintah mas Radit dengan tatapan penuh arti pada anak-anak buahnya. Detik berikutnya mereka pun tersadar dan mulai menyemangatiku.
"hei, bagaimana kalau malam ini kita makan malam bersama?" usul Ega dan segera disetujui dengan yang lainnya.
"tentu saja! Dan kali ini biar aku yang traktir! kita pesta sepuasnyaaaa!" jawabku turut bersemangat. Mereka semua bersorak bahagia.
Sejenak aku bahkan melupakan latar belakang dibuatnya pesta ini. aku akan berpisah dengan mereka! aku pasti akan sangat sedih kalau saja mereka tak menghiburku saat ini. Tapi kini aku terlalu bahagia berada di tengah-tengah mereka, rekan-rekanku yang sangat baik! aku sangat menyayangi mereka..
KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Life
RomanceAndra, cinta pertama Vanya. Laki-laki yang sudah sejak awal masuk SMP ia sukai tiba-tiba saja menghilang ketika mereka masih duduk di kelas 2 SMA. Vanya yang merasa benar-benar kehilangan pun terus berusaha mencarinya hingga ia bertemu dengan Radit...