Sayup-sayup tiupan angin yang berhembus membuat bunga-bunga kamboja di atasku berguguran dan menambah pilu proses pemakaman kak Verly. Ya, dibawah naungan mendung dan pohon kamboja putih ini aku berdiri menatap kumpulan orang berpakaian serba hitam itu. Aku tak sanggup menatap mereka menguburkan jenazah kak Verly ke dalam liang lahat itu.
Mas Dennis, Mas Romy dan mas Radit lah yang menguburkan tubuh kak Verly. Diatasnya mama dan kak Venita terisak pelan menatap proses penguburan tersebut. Sementara aku sendiri hanya sanggup menatap mereka dari kejauhan. Tanpa air mata setetespun.
Aku berusaha keras menahan timbunan air itu dari balik kacamata hitamku agar tidak menetes. Aku terlalu pengecut untuk menatap tubuh orang yang kusayang ditimbun oleh tanah merah itu selamanya. Mungkin aku memang pengecut, atau bahkan terlalu tega. Tapi setidaknya hanya ini satu-satunya upayaku agar aku bisa tetap tegar dan kuat.
Teringat kembali di pikiranku saat ketika aku memohon maaf pada kak Verly sambil terus menahan tangis di samping jenazahnya. Hatiku begitu pedih.. Sungguh bukan cara ini yang kuinginkan untuk meminta maaf pada siapapun. Aku menyesal, sungguh menyesal karna tak memanfaatkan liburan terakhir kami di Jogja dengan maksimal..
Fiuhh.. Kehela napasku sekali lagi, berharap dengan begitu semua kesedihan di benakku dalam berhembus dan terbawa pergi oleh angin.
Jujur saja, aku takut saat ini pertahananku runtuh, dan menangis meraung-raung di atas tanah merah yang mulai menutupi tubuhnya. Dan hal itu pasti membuat mama dan kak Venita semakin merasa terpukul.
Baru saja aku memutuskan untuk meninggalkan area pemakaman saat kutangkap sosok perempuan berkacamata hitam dengan kepala berlapis selembar selendang hitam tak jauh di belakangku. Ia segera berpaling dan pergi meninggalkan area pemakaman begitu sadar bahwa aku sedang menatapnya.
Siapapun itu.. Entahlah..
Baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba sosok tampan nan sempurna yang sempat mewarnai hariku selama beberapa bulan lalu hadir dihadapanku. Mas Rezzy.
Ia melangkah cepat bersama seorang peri cantik dalam genggaman tangannya, Naira.
Langkah mereka pun terhenti tepat dihadapanku. Dan tanpa sapa dan salam mas Rezzy segera merengkuh tubuhku, menenggelamkan aku seutuhnya dalam dekapannya.
"Vanya.. Aku turut berduka, Van.. Verly adalah seorang perempuan yang hebat. Perempuan yang sangat menginspirasi dan membuat kepercayaan diriku terus berkembang hingga sekarang. Verly adalah panutan untukku. Ya tuhan.. Ku mohon kuatkan dirimu, Vanya.. Kau tidak boleh terpuruk begitu saja dalam kubangan kesedihan.." ucap mas Rezzy tepat ditelingaku.
Aku terkejut dengan kedatangannya, dan sikapnya yang memelukku di depan Naira.
Aku mencoba melepaskan pelukan eratnya. Dan tak menangis sama sekali.
"Aku baik-baik saja, mas.. Jangan khawatir.." ucapku seraya menjauhkan tubuhku darinya.
"kau harus percaya, Van. Bahwa ini adalah jalan terbaik yang dipilih tuhan untuk kita semua.." ucapnya lagi.
"hmm.. Ya.. Aku tahu itu.." gumamku. "terimakasih, mas.."
Kemudian kualihkan pandanganku pada sosok cantik di sampingnya.
"Sayang.. Yang sabar, ya.. Aku tahu ini berat, pasti sangat berat. Tapi ini ujian untuk kamu, dan kamu akan tahu hadiah apa yang tuhan siapkan untuk kamu nanti.. Jadi kamu harus berusaha lulus, ok?!" bisiknya bersimpati seraya memelukku erat.
Aku tersenyum padanya. Ia begitu tulus..
"Terimakasih, Naira. Aku akan berusaha melewati semua ini dengan baik.." ucapku pelan. Dan saat itulah kudengar keributan dari arah kumpulan orang tersebut. Dan beberapa detik kemudian aku tahu apa yang terjadi di sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Life
RomantizmAndra, cinta pertama Vanya. Laki-laki yang sudah sejak awal masuk SMP ia sukai tiba-tiba saja menghilang ketika mereka masih duduk di kelas 2 SMA. Vanya yang merasa benar-benar kehilangan pun terus berusaha mencarinya hingga ia bertemu dengan Radit...