Seorang wanita membisikkan sesuatu di telinga lelaki itu, dan lelaki itu tampak tergelak mendengarnya seraya menoleh ke arah perempuan tersebut yang berdiri tepat di belakangnya.
Dan tanpa sengaja pandangannya tertumbuk pada sosok gadis manis di ambang pintu yang tengah menatap mereka dengan nanar.
"Vanya.." gumam si lelaki lirih sesaat sebelum gadis itu beranjak dari tempatnya berdiri. Keduanya tampak begitu terkejut menatap satu sama lain.
"siapa?" tanya si perempuan heran. Ia menoleh ke belakang, dan tak ada siapapun di sana.
"mm.. jangan begini ya, aku ga enak dengan karyawanku.." ucap Rezzy kikuk seraya melepaskan pelukan Naira dari tubuhnya.
"Oh.. Sekretaris baru kamu ya? hihi.. dia pasti terkejut dan merasa tak enak melihat kita. Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu ya sayang.. Sampai jumpa nanti malam.." ucap Naira ceria seraya mengecup pipi lelaki yang sangat ia rindukan itu.
Selepas kepergian Naira, Rezzy segera mencari keberadaan Vanya. Di toilet, di pantry dan di ruang Creative. Tapi hasilnya nihil. Ia tak tahu tempat mana lagi yang harus ia kunjungi untuk menemukan Vanya. Padahal mobilnya masih terparkir di pelataran parkir. Pasti saat ini ia begitu terpukul dan kecewa padanya.
"Vanya.. maafkan aku, Vanya.." gumam Rezzy frustasi seraya meremas rambutnya.
"Van.. loh? Vanya mau ke mana?" ucap Bruno bingung saat menatap Vanya terus berjalan tanpa menoleh, melewatinya begitu saja. Ia yang tengah memantau proses produksi di lantai 5 tentu saja sedikit bingung menatap Vanya yang terus saja berjalan ke ujung lorong kosong, tempat sebuah tangga kecil berdiri kokoh, menjulang menuju rooftop.
Perlahan Bruno mulai mengikuti langkah gontai Vanya ke arah atap gedung. Tepat ketika ia menginjakkan kakinya di puncak anak tangga, ia dapat mendengar suara tangisan keras seorang gadis yang tak ia ragukan lagi identitasnya.
"kau, bodoh! kau bodoh, Vanya! Sejak awal kamu sudah tahu akan jadi begini! Sejak awal kamu sudah kuperingatkan akan hal ini! Tapi mengapa kamu masih saja menangis? Seharusnya kamu sudah siap menanggung segala resiko jika kamu sudah mengambil keputusan ini. Bodoh! Kamu bodoh, Vanya.. hu.. hu..hu.." Terdengar isak tangis memilukan yang begitu panjang setelahnya, Rasanya ia begitu tak tega mendengarnya, tapi ia tak ingin kehadirannya justru mengganggu Vanya yang tampak sedang meluapkan emosinya.
"Aku memang bodoh.. bodoh.. hiks.. hiks.. Tapi.. Mengapa ia tega membodohiku begini.. Mengapa ia tega mencampakkanku begini.. Mengapa ia tega membuangku begitu saja.. hiks hiks.."
Bruno merasa begitu kasihan dan tak tega mendengar tangisan temannya yang satu itu. Gadis yang biasa begitu ceria itu kini menangis tersedu-sedu sendirian di atas gedung kantornya..
Kemudian Bruno memutuskan untuk turun kembali ke lantai lima, tak ingin mengganggu Vanya. Dan betapa terkejutnya ia karna ketika ia membalikkan tubuhnya, ternyata ada seorang lelaki yang berdiri tepat di belakangnya!
"HAH!" teriak Bruno terkejut menatap sosok Ega yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya.
"HUSH! Jangan berisik, nanti ketahuan.." bisik Ega seraya membungkam sahabat baiknya itu.
"elo sih, ngagetin aja!" omel Bruno dengan bisikan.
"iya, gue penasaran lo kenapa tiba-tiba naik ke atas. Emang siapa yang nangis?" tanya Ega penasaran.
"Ah.. Kepo banget sih lo.. Mau tahu aja urusan perempuan!" ucap Bruno cuek seraya berjalan melewati Ega begitu saja.
"yee.. emang lo perempuan.. Serius, Memang siapa sih?" tanya Ega kukuh seraya menarik lengan Bruno.

KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Life
RomanceAndra, cinta pertama Vanya. Laki-laki yang sudah sejak awal masuk SMP ia sukai tiba-tiba saja menghilang ketika mereka masih duduk di kelas 2 SMA. Vanya yang merasa benar-benar kehilangan pun terus berusaha mencarinya hingga ia bertemu dengan Radit...