18. Relationship

1K 90 6
                                    

Happy Reading Guys

Matahari belum lama terbit. Embun dingin yang membasahi dedaunan masih sangat segar jika di hirup. Saat itulah waktu di mana Pheron kembali ke istana dengan pakaian berlumuran darah. Esklause Blade ada dalam genggamannya. Erik yang duduk di singgasana terkejut mendapati Pheron datang dengan penampilan seperti itu.

"Apa-apaan ini." Erik menggeram namun dengan santai Pheron balas tersenyum.

"Para pemberontak sudah di bereskan."

Pheron melemparkan puluhan lembar kertas berisi bukti-bukti pengkhianatan yang kini berserakan di lantai. Sama sekali tidak ada hormat pada ayahnya. Bahkan orang yang tidak pernah hadir dalam perjalanan hidupnya tidak pantas di panggil ayah.

"Bagaimana kau-"

Erik berhenti bicara begitu melihat pedang di tangan Pheron. Esklause Blade, pedang yang dulu pernah ia gunakan saat berperang melawan kegelapan, anugerah langsung dari Nyx setelah lima unsur.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, Yang Mulia." Pheron memulai.

"Pengadilan Tinggi Nyx akan segera di gelar. Yang Mulia hanya perlu datang dan menyaksikan semuanya berjalan hingga akhir."

Erik memandang putranya dengan sorot mata yang sulit di artikan. Entah sejak kapan putranya sudah sebesar itu. Kepingan ingatan muncul saat dirinya melihat Pheron kecil sedang menangis ketika berlatih pedang. Penyesalan Erik saat itu adalah tidak membantu Pheron dan hanya memandang dingin sebelum berlalu.

"Apa yang kau lakukan pada para bangsawan. Mereka adalah pilar penyusun kerajaan yang tidak bisa seenaknya di ganti dan di buang."

Smirk terbit di bibir Pheron. Sama persis seperti senyum Erik di masa lalu. Bahkan mungkin lebih mengerikan.

"Aku hanya membuat mereka menyadari di mana posisi mereka, Yang Mulia."

"Para penghianat itu menggenggam beberapa sektor penting. Bahkan kelemahan bangsawan yang ada di pihak kita ada dalam genggaman mereka. Kau bagaimana mungkin?"

Pheron memiringkan kepalanya tanpa sedikitpun menatap Erik. Wajah tanpa ekspresi itu kini menampilkan ekspresi bosan seakan telah menebak pertanyaan yang jelas akan di lontarkan untuknya.

"Ku akui mereka cukup cerdik. Menempatkan banyak mata-mata bahkan pembunuh terlatih di pihak kita. Jika kita menyentuh mereka barang sedikit saja, mereka akan langsung menumpahkan darah tidak peduli darah milik siapa itu. Selama ini aku tidak hanya menghabiskan waktuku untuk bermain-main. Begitu mengetahui siapa saja penghianat di sisi ku, membersihkan mereka sekaligus bukanlah masalah. Seandainya mereka melakukan pemberontakan lebih awal mungkin rencana mereka tidak akan gagal. Tapi dengan bodohnya rencana yang nyaris sempurna itu tak kunjung dilakukan hanya karena belum ada kandidat pengganti raja yang nantinya dapat di kendalikan bak boneka hidup. Sungguh ironis bukan?"

"Diam-diam aku mengganti orang-orang mereka dengan orang-orang ku sambil berpura-pura patuh. Melakukan hal semudah itu bukanlah masalah. Ekonomi tetap kokoh dan militer tetap terkendali. Sektor sentral itu sudah ada dalam genggamanku. Kelemahan bangsawan yang berada di pihak kita berhasil di singkirkan. Bagaimana menurut anda yang mulia?"

Erik nyaris terkejut dengan kecerdasan dan ketelitian Pheron. Dirinya yang tak kuasa bergerak mengingat pengawasan terpusat pada dirinya. Salah langkah sedikit saja pertumpahan darah besar-besaran tak akan terhindarkan. Kehancuran di depan mata jika bagian internal mengalami kekacauan. Bukan hanya pemberontak namun juga penyerangan dari luar oleh vampir golongan Demontur yang tak kalah berbahayanya. Tapi kini kekhawatiran itu sia-sia karena Pheron telah membereskan segalanya.

"Apa yang kau inginkan sebagai imbalannya?" Tidak banyak yang bisa Erik katakan. Semuanya sudah terlalu terlambat. Erik dapat menerima jika anak-anaknya membencinya. Namun Erik melakukan semua itu semata-mata karena ia mencintai mereka.

Half Blood MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang