Happy Reading Guys..
*
*
*
"Ini terasa canggung."
Mendengar perkataan Pheron membuat Alexa segera menarik tangannya kembali. Untuk sesaat ia merasa malu. Sedangkan Pheron hanya mengamatinya dengan mata yang terlihat sedikit sembab. Hanya saja di pipi putihnya yang pucat sama sekali tak berbekas jejak air mata.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Pheron yang kini membuang muka.
"Harusnya aku yang bertanya padamu. Apa yang kau lakukan di sini?" Balas Alexa.
Pheron terdiam sambil menatap ke arah lain. Seakan merasa malu karena tempat persembunyiannya terungkap. Sedikit menyesal karena memilih tempat secara acak dan dekat dengan jangkauan orang-orang.
"Kita semua boleh merasa sedih, bahkan menangis. Kehilangan orang yang kita cintai memang tak mudah. Menjadi kuat penting untuk terus menjalani hidup namun sesekali meluapkan perasaan kita bukanlah sebuah dosa, jadi tidak perlu menahan diri."
Tidak ada respon. Pheron masih diam seribu bahasa tanpa sedikitpun menatap Alexa. Iris hitam legam bak obsidian itu manatap kosong ke sudut ruangan di mana tak ada apa pun di sana. Hanya tersisa kehampaan yang kini menemani.
Alexa duduk di atas lututnya tepat di depan Pheron. Bukan tatapan iba yang terlintas di matanya melainkan ekspresi pedih yang sama seakan-akan dirinya juga kehilangan karena Alexa tau benar apa arti dari kehilangan.
"Aku temanmu. Kau bisa membaginya denganku. Apa kau masih ingat dengan janji kita saat di taman?"
Pheron menatap Alexa sekilas. Namun mulutnya masih terkunci rapat-rapat. Matanya yang sendu tak terlihat hidup. Kekosongan yang dalam terlihat merongrong tanpa bisa di hentikan.
"Kau tak perlu menjadi temanku karena terpaksa. Pergilah, aku tak butuh. Lagi pula identasmu juga sudah ketahuan. Jadi tidak ada lagi yang perlu kau lakukan hanya karena aku mengetahui rahasiamu lebih awal." Kali ini Pheron benar-benar menatap Alexa. Irisnya yang sendu berubah tajam seakan-akan memberikan artian pada Alexa untuk segera pergi.
"Aku tak menjadi temanmu karena terpaksa. Aku melakukannya karena senang. Sebelumnya aku tak memiliki banyak teman karena aku seorang half, meskipun tadinya aku ketakutan namun aku senang setidaknya ada yang mau berteman dengan makhluk sepertiku."
Ketika menatap iris gadis itu, Pheron sama sekali tak melihat kebohongan dalam matanya. Hanya ada kesungguhan yang selama ini nyaris tak pernah ia temukan kecuali pada penghuni Eclipse Pack dan teman-temannya yang merupakan The Nova Lux.
Pheron jadi teringat ketika pertama kali melihat Alexa. Awalnya ia terlihat gugup. Namun dengan satu tarikan nafas Alexa dapat memperkenalkan diri dengan ceria saat di perpustakaan. Senyuman yang merekah indah dan manis bagai mawar di rumah kaca.
"Memangnya kenapa kalau kau seorang half? Kau tak perlu terbebani dengan berbagai beban dan dapat hidup dengan bebas. Berbeda denganku. Darah murni sialan ini membuatku harus memikul tanggung jawab bahkan untuk orang-orang yang tak ku kenal sama sekali." Alexa terkekeh kecil. Pheron pun melariknya sekilas. Itu bukanlah cemoohan.
"Menjadi half tidak sesederhana itu. Kami di hantui kematian. Juga orang-orang yang membenci kehadiran kami. Orang sepertimu, tidak banyak di dunia ini."
"Sekarang ceritakan gundahmu padaku. Mungkin aku tidak bisa membantu. Tapi aku adalah pendengar yang baik." Tambah Alexa.
Pheron membuang nafas kasar. Namun detik berikut ia mulai mengganti posisi duduknya menjadi lebih nyaman. Kini ia dan Alexa benar-benar duduk daling berhadap-hadapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Blood Mate
Про оборотнейAlexa Smith seorang shewolf malang dengan darah campuran yang mengalir dalam nadinya. Lebih menyedihkan lagi dia sering di siksa dan di perlakukan lebih buruk dari pada pelayan oleh para omega di pack yang menjadi satu-satunya rumah. Alexa tidak ber...