32 - Keraguan 🍂

599 98 0
                                    

Chapter 32

♧♧♧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♧♧♧

Mobil hitam terparkir didepan Restoran Raina, orang yang di dalamnya melihat kearah dalam Restoran itu tanpa membuka kaca jendela mobilnya.

"Kamu yakin itu Katrin?" Tanya laki-laki yang memakai pakaian serba hitam dan masker di wajahnya.

Seorang supir berjas itu mengangguk-kan kepalanya sangat yakin. "Iyah Pak! Itu informasi yang saya temukan baru-baru ini!"

Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya dan sedikit menurunkan masker dari wajahnya. "Bagus Katrin kamu mau kabur dari genggaman ku! Itu tidak akan mungkin terjadi!" Gumamnya kembali memakaikan masker wajah.

"Kapan dia pulang? Tidak mungkin aku menculiknya sekarang kan?" Kata laki-laki itu dengan mata yang masih melihat tajam Katrin yang sedang melayani pengunjung.

Supir itu melihat kearah tangan kirinya seolah memastikan jam yang ada disana. "Sekitar jam sembilan malam!" Ujurnya.

"Kalau begitu kita akan kembali nanti!" Kata laki-laki itu.

Sopir kembali menjalankan mobilnya memarkir dan pergi dari sana dengan cepat.

Disaat bersamaan Januar dan Raina baru saja sampai di Restoran tidak menyadari kalau ada yang memata-matai tempat mereka.

Langkah ringan dibarengi oleh senyum cerah Arka yang menggandeng kedua orang itu memasuki Restoran.

Tring...

Katrin melihat kearah pintu masuk dan seketika senyumnya mengembang saat Arka menyembulkan kepalanya masuk.

Raina membiarkan anak itu menemui Katrin dan memilih menemani Januar untuk duduk di salah satu meja yang ada disana.

"Tunggu aku akan memasak sesuatu untuk mu!" Kata Raina sambil menyimpan tasnya di meja.

Januar menarik tangan wanita itu dan membuat Raina terduduk menatapnya lekat. "Bisakah tetap disini? Ada yang ingin aku bicarakan dengan mu!" Kata Januar mengembangkan senyumnya.

Raina pun duduk di hadapan Januar, tidak lama salah satu pegawai menghampiri mereka. "Mbak mau dibawakan apa?"

Raina tersenyum ramah. "Bawakan teh hangat saja, kalau kamu?" Tanya Raina kearah Januar.

"Aku juga!" Ujurnya.

Raina terdiam, "bukannya tadi kamu bilang belum makan Januar?"

Januar menggelengkan kepalanya. "Aku sedang tidak ingin makan!" Kata laki-laki itu terlihat memegang perutnya.

Raina mengerjapkan matanya, wanita itu mendekati Januar. "Asam lambung kamu naik lagi yah?" Ujur Raina mengelus perut Januar.

Laki-laki itu mengangguk pelan, banyak yang dia pikirkan akhir-akhir ini selain perusahaannya. Januar ingin membuat pernikahan nya terlihat meriah dan tidak ingin ada kesalahan apapun berbeda jauh dengan Raina yang terlihat santai membuat beban pikiran laki-laki itu semakin bertambah. Semakin hari dia semakin overthingking dengan keputusan Raina, apa wanita itu benar-benar bahagia menikah dengannya atau tidak.

"Surat undangannya sudah jadi, nanti aku kirim ke kamu siapa aja yang mau di undang." Kata laki-laki itu menaruh tangannya di belakang tangan Raina yang tengah mengelus perut laki-laki itu.

Raina mengangguk-kan kepalanya. "Baiklah!"

Januar menggigit bibirnya, dia ingin bertanya tapi keraguan mulai mempenharuhinya kembali.

"Raina!" Serunya membuat wanita itu melihat kearah Januar.

"Apa kamu mencintai ku?" Tanya Januar.

Raina mengangkat alisnya bingung, untuk apa Januar menanyakan hal itu kepada dirinya, bukankah anak itu sudah tau kalau Raina tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

____

"Kamu terlalu menganggap remeh hal ini Rai!"

Kata-kata Kaira itu terus terngiang-ngiang di kepalanya saat ini, apa Raina benar-benar terlalu mengabaikan anak itu. Benar kata Kaira, Januar sangat mencintainya, di usianya saat ini pasti banyak keraguan menghampiri anak itu.

Karena itu Raina memutuskan untuk pergi kerumah Januar untuk melihatnya apa dia baik-baik saja, tadi Ibu Januar menitipkan anak itu kepada Raina karena saat pulang dari kantor Januar terlihat semakin memburuk, sementara Misya dan suaminya akan pergi ke acara pernikahan anak teman mereka sehingga tidak ada siapapun di rumah.

Wanita itu menginjak-kan kaki untuk kesekian kalinya di rumah itu, Raina langsung masuk dan bergegas menuju kamar Januar.

Tuk...

"Boleh aku masuk?" Ujur Raina tidak ada jawaban dari kamar itu membuat Raina khawatir.

Tanpa basa-basi lagi Raina memasuki kamar itu perlahan. Ternyata Januar sedang tertidur lelap, terdapat keringat di dahinya dan dia terlihat sangat cemas.

Raina menghampiri Januar dan menyimpan sup yang dia buat tadi di meja dekat ranjang Januar.

Raina menghela napas dan mengusap keringat dingin di dahi Januar. "Kenapa dia harus khawatir!" Ujur Raina menggenggam tangan Januar.

Raina sudah bersahabat dengan Asam Lambung, dia tau bagaimana ketika penyakit itu kambuh dan menyiksanya. "Januar bangun!" Kata Raina menepuk pelan pipi laki-laki itu.

Januar melengguh seperti sedang bermimpi buruk. Raina terus membangunkan laki-laki itu, dia harus makan dan meminum obat agar bisa segera sembuh.

"Mbak...!" Lirihnya.

Matanya terlihat sayu saat melihat Raina ada disana, entah itu mimpi atau kenyataan Januar terlihat sedikit lega saat melihat Raina ada disana.

Tanpa sadar Raina telah menjadi bagian penting dalam hidupnya, ketika Januar sakit dia akan mencari Ibunya, sekarang semuanya berbeda, dia selalu mengingat Raina saat dia sakit.

Terdengar cukup aneh, Januar yang awalnya hanya main-main dan hanya sekedar suka saja terhadap wanita disampingnya itu lama kelamaan menjadi cinta dan sayang, dia tidak pernah tau bentuk cinta itu sendiri sampai dia sadar kalau takut seseorang akan pergi darinya atau sebuah penolakan adalah bentuk dari cinta itu sendiri.

Januar menarik tangan Raina sampai wanita itu terjatuh kedalam dekapannya yang panas. Raina tersihir oleh wajah tampan milik Januar, kemana wanita yang selalu menganggap laki-laki itu sebagai bocah nakal yang selalu mengintilinya kemana-mana.

Januar memejamkan matanya dan mendekatkan bibir mereka, bahkan tangan Januar sedikit menekan kepala Raina untuk lebih mendekatinya perlahan.

Januar menyatukan bibir mereka perlahan dan terdiam cukup lama dan Raina pun tidak menghindari laki-laki itu lagi. Perasaan aneh menggelitik hatinya, sepertinya Raina benar-benar sudah jatuh cinta sekarang.

Januar tidak bergerak dan tangannya semakin melemas, laki-laki itu malah tertidur, Raina menegak-kan tubuhnya dan dia menyadari kalau Januar tidak sadar sepenuhnya tadi, Januar mengingau karena sakitnya itu.

♧♧♧

Bersambung...

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BECAUSE OF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang