Pengap. Itu satu kata yang bisa Eva gambarkan untuk situasi kali ini. Evangeline Jemima Agnello, itu nama gadis yang sekarang terikat di bagasi mobil. Eva berusaha meronta-ronta dari ikatan itu. Ia tak bisa mengingat bagaimana dirinya bisa sampai seperti ini.
Dugaan Eva hanya satu. Ia pasti sedang diculik.
Terdengar suara orang berbicara. Ada... dua? Tidak, tidak. Setidaknya ada tiga orang yang duduk di depan sana. Eva berusaha untuk tetap tenang. Di saat seperti ini tidak ada gunanya melawan. Sebaiknya, ia pura-pura kooperatif sambil memikirkan cara keluar dari situasi ini.
Mobil itu berhenti beberapa saat kemudian. Seseorang turun dan membuka bagasi tempat Eva di sekap.
"Bangun, Jalang!" Orang itu menendang bagian bawah mobil dan membuat Eva terkejut.
Dengan tangan terikat, ia berusaha berjalan tertatih masuk ke sebuah rumah mewah. Rumah ini sama sekali tidak terlihat seperti rumah penyekapan. Tapi, Eva ingat pesan yang selalu ayahnya bilang. Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya. Penampilan seseorang bisa saja menipu.
Eva digiring masuk oleh dua orang. Satu orang yang memakai jas itu berjalan mendahului mereka. Seorang yang paling depan mengetuk pintu sebuah ruangan.
Ketika masuk, terlihat seorang pria lagi yang berdiri menatap jendela. Eva nyaris tersihir dengan wajah pria itu. Rambut hitam kecokelatan yang menawan, rahang tegas ditumbuhi janggut tipis, dan yang paling mengagumkan adalah mata itu. Sorot mata biru yang terus memandangnya dengan tajam.
"Dia wanitanya, Dion?" Suara bariton itu bertanya pada orang yang tadi memimpin mereka. Wanita yang ada di hadapannya ini berbeda dengan apa yang ada di bayangannya. Dia terlihat... lumayan cantik dengan rambut pirang dan mata zamrud indahnya.
Tunggu! Kenapa dia mendadak begitu mengamatinya?
Dion mengangguk. "Ya, kami menemukannya di pinggir jembatan. Wanita ini tidak melawan saat dibawa dan tiba-tiba pingsan."
Eva mengernyit heran. Dia di pinggir jembatan? Apa yang dia lakukan saat itu? Sungguh, Eva tidak bisa mengingat apa yang terjadi di tadi.
Menyadari kebingungan di wajah Eva, membuatnya kembali bertanya. "Kau tidak ingat kejadian tadi?"
Eva menggeleng. "Aku tidak bisa mengingatnya. Memangnya apa yang aku lakukan saat itu?"
Baru Dion ingin menjawab, tapi pria bernetra biru itu sudah mengangkat tangannya. "Kalau dia tidak bisa mengingatnya maka itu hal baik. Tahan dia di ruangan itu sampai perintahku selanjutnya."
"Baik, Tuan Alger." Dion dan beberapa orang lainnya membawa Eva keluar dari ruangan itu.
Eva terdiam sambil tetap mengikuti mereka. Alger? Nama yang tidak asing di telinganya. Sedetik kemudian dia sadar siapa orang itu. Dia pastilah Benedict Alger, pewaris utama De Alger Airlines, salah satu maskapai terbaik di dunia.
Sekarang pikiran wanita itu semakin kalut. Kenapa Benedict yang terkenal itu menculiknya? Apa dia punya salah dengan manusia rupawan tersebut? Atau... ayahnya? Eva menggelengkan kepalanya. Sepertinya tidak mungkin. Ia sudah memastikan semua urusan terkait ayahnya itu beres. Jadi, dia pasti punya masalah entah dengan siapa.
"Ini akan menjadi ruanganmu." Dion membuka pintu dan ia meminta Eva masuk.
Ruangan itu tidak terlalu besar. Ada sebuah ranjang, nakas, lemari, dan bahkan kamar mandi yang sangat bersih. Ruangan yang akan Eva tinggali bahkan jauh lebih mewah dari rumah sewa lamanya.
Kini dia semakin tidak paham apa yang ada di pikiran Benedict Alger. Bukankan orang yang diculik itu seharusnya disekap di ruangan sempit, kecil, dan pengap? Sedangkan ruangan yang ada di hadapannya ini bahkan tidak mendekati definisi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...