AGAPE (7): Blithesome

630 20 1
                                    

Benedict menatap Eva tak berkedip. Dia ... sungguh ingin Benedict mati? Apa dengan menghilangnya pria itu dari dunia ini sungguh akan membuat hidupnya lebih damai?

"Kau ingin aku melompat dari jembatan itu, Eva?" tanyanya.

Tanpa sadar Eva mengangguk lemah. "Apa kau sanggup melakukannya, Benedict? Apa kau ingin pergi dari dunia ini agar hidupku bisa lebih baik?"

Pria itu menarik napas dalam-dalam. Pergi, ya? Ini, kan, juga keinginan Benedict dari dulu. Jadi ... jika itu membuat Eva bahagia, ia bisa melakukannya, kan?

"Kalau dengan kepergianku bisa membuatmu bahagia, maka aku akan pergi sekarang, Evangeline." Benedict melepaskan pelukan itu dan berdiri menuju tepi jembatan. Baru kakinya mau melangkah, Eva menarik kemejanya.

"T-tidak. Jangan lakukan itu ... Ayah ...." gumamnya lirih.

Dahi Benedict berkerut heran. Ia mengurungkan niatnya dan berjongkok melihat kondisi gadis yang mendadak tidak sadarkan diri itu. Suhu tubuhnya naik dan keringat sudah bercucuran di wajahnya.

Benedict memutuskan membawa Eva kembali ke mansion-nya. Ia merogoh ponsel di kantong dan menghubungi seseorang. "Ini aku, Benedict Alger. Apa Anda bisa datang sekarang? Ini keadaan darurat."

...

"Ayah! Apa kita jadi pergi ke Disney World?" tanya seorang gadis kecil dengan mata berbinar.

Pria itu terkekeh pelan melihat tingkah anak empat tahun itu. "Eva mau pergi?"

Eva mengangguk kencang sekali sampai rambutnya ikut bergoyang kesenangan. "Aku ingin melihat Mickey dan Minnie Mouse. Dan yang aku dengar, di sana juga banyak Disney Princesses. Aku ingin melihat mereka semua, Ayah!"

"Ah, baiklah, Sayang. Ayah akan mengusahakan untuk kita pergi ke Disney World, oke?" Pria yang dipanggil ayah itu mengacak rambut putri semata wayangnya.

"Disney World? Kau pikir pergi ke sana itu murah?" Suara dingin itu menghampiri mereka yang sedang duduk untuk makan malam. "Jangan memberikan harapan palsu pada anakmu, Felix. Uang kita bahkan nyaris menipis."

"Isabelle," tegur Felix. Pria bernetra zamrud itu memejamkan matanya dan menarik napas dalam,. Tidak ... dia tidak boleh bertengkar di hadapan Eva. Itu tidak akan baik untuk kondisi psikologisnya.

"Eva Sayang, kacamata Ayah tertinggal di kamar. Bisa kau tolong ambilkan itu sebentar?" pinta Felix.

"Baik, Ayah!" Gadis kecil itu turun dari kursinya dan berlari menaiki anak tangga. Tapi, dia tak pergi ke kamar sang ayah. Eva diam-diam menyaksikan kedua orang tuanya itu kembali bertengkar.

"Isabelle, aku hanya ingin membuatnya bahagia," ujar Felix pada istrinya itu. "Mungkin Eva tak pergi ke Disney World sekarang. Namun, suatu hari nanti kita bisa membawanya, kan?"

Wanita berambut pirang itu menggeram pelan. "Felix, kau sadar bisnismu ini sedang sangat turun, kan? Bisakah kau fokus saja pada hal itu dan berhenti memedulikan Eva? Kasih sayang saja tidak cukup untuk membuatnya tamat SD."

"Belle .... " Felix tak tahu lagi apa yang ada di pikiran istrinya. "Eva adalah darah dagingku. Aku rela kehilangan apapun demi bisa terus melindunginya."

"Sudah ku bilang cinta saja tidak cukup, Felix!" hardik Isabelle. "Kau harus mengerti bahwa dunia akan semakin kejam. Kalau sudah tahu akan begini, lebih baik aku tidak melahirkannya."

Felix membulat ketika mendengar perkataan istrinya itu. Benarkah ia pikir bahwa uang adalah segalanya sampai ia merelakan Evangeline? Putri semata wayang mereka?

"Apakah kau lupa khotbah minggu lalu bercerita tentang apa? Hal mamon adalah hal yang paling kecil. Tuhan tahu kita membutuhkannya dan Ia akan menyediakan lebih dari apa yang kita kira, Belle. Percaya–"

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang