AGAPE (27): Precious Birthday Party

260 15 0
                                    

Aksara menyusul Benedict dengan langkah terburu-buru. "Benedict!" Pria itu menarik tangan Benedict agar tak semakin menjauh. "What the hell are you thinking, Man!"

Benedict mengusap mulutnya kasar. "Sudah kubilang, aku akan membeli perusahaan itu entah bagaimana caranya."

Semua orang yang ada di sana menatap Benedict dengan tatapan tak percayanya. Bagaimana orang ini bisa dengan entengnya membeli perusahaan, itu tak masuk akal bagi pikiran mereka. Apalagi hanya untuk seorang wanita yang belum tentu menginginkan perusahaan itu.

"Apa yang kau rencanakan, Benedict?" tanya Xavier tajam. Insting pengacaranya mendadak bangun saat menyaksikan gerak-gerik aneh dari Benedict. "Katakan padaku apa yang kau rencanakan."

Pria itu tak menjawabnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Xavier dan menatap ke arah lain. "Aku hanya ingin memberi hadiah pada Eva. Itu saja."

"Kau tidak bisa berbohong di depanku, Sialan!" hardik Xavier. Wajah pria itu sudah memerah menahan amarah. "Katakan sekarang juga, Benedict Alger. Atau aku bersumpah akan–"

"Xavier David, jaga sikapmu. Apa kau tidak lihat sekarang kita ini jadi pusat perhatian," bisik kembarannya.

Xavier melayangkan pandangannya ke sekitar. Terlihat banyak orang yang tengah memerhatikan mereka. Pengacara itu menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar. Ia memutuskan tak lanjut bertanya pada Benedict.

"Akan kucari tahu apa yang sebenarnya kau inginkan, Benedict," katanya sungguh-sungguh.

Benedict tersenyum tipis. "Akan aku tunggu sampai waktunya." Manik biru itu kini menatap mereka satu per satu dengan tatapan tulus. "Aku sangat berterima kasih atas bantuan kalian selama ini. Aku tidak akan pernah melupakannya."

Karina maju dan menyentuh tangan pria itu lembut. "Apa pun yang kau rencanakan, aku harap kau tidak akan menyesalinya, Benedict. Dan ... semoga gadis itu bisa memimpin perusahaan ini dengan baik."

"Akan ku ingat, Karina. Terima kasih banyak atas semua bantuan kalian," katanya sambil membungkukan badan. "Maaf, aku harus kembali duluan."

"Eh? Kau ingin langsung kembali? Memangnya kau tidak ingin bersantai sejenak?" tanya Aksara dengan dahi berkerut.

"Ah, tidak terima kasih." Benedict tersenyum tipis. "Aku ... tidak bisa meninggalkan gadis itu terlalu lama."

...

Pagi itu rasanya sedikit berbeda. Salju turun sudah tidak terlalu lebat. Itu artinya, musim semi akan segera datang. Namun, bukan hal itu yang membuat hati Eva berbunga lebih dulu hari ini.

Ulang tahunnya jatuh tepat di tanggal ini. Gadis itu merasa sangat senang karena ini pertama kalinya ia tak merayakan ulang tahun sendiri. Ada Benedict bersamanya.

"Good morning," bisik Eva tepat di telinga Benedict.

Pria itu menggeliat pelan. Perlahan mata birunya terbuka mendapati Eva tengah tersenyum lebar ke arahnya. "Kenapa kau selalu membangunkanku pagi-pagi sekali?"

Eva tertawa pelan. "Maaf jika kau tidak suka. Tapi, hari ini–"

"Sudahlah! Berhenti menggangguku!" hardik Benedict kasar.

Melihat perlakuan itu sukses membuat Eva melongo. Gadis itu tak memahami perubahan sikap Benedict yang sangat mendadak ini. Padahal sejak ia kembali dari Washington DC, Benedict selalu berada di sisi Eva. Tak ingin berpisah sedetik pun.

"Ben ... kenapa kau kesal sekali padaku?"

Benedict membuka selimutnya. Pria itu menatap Eva dengan tatapan elangnya. "Kau tuli? Aku bilang berhenti menggangguku. Apa kau sadar kalau aku ini selalu bisa tidur larut malam karena pekerjaanku? Sementara kau hanya duduk diam membaca buku di tepi jendela."

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang