Mobil yang ditumpangi Eva itu berjalan melintasi kota Chicago dengan kecepatan sedang. Siang itu, jalanan tidak begitu padat sehingga mereka bisa lebih sedikit bersantai.
"A-anu, terima kasih telah menolong saya," ucap Eva akhirnya.
Pria itu tersenyum penuh rahasia. "Sama-sama, Nona Manis. Hati saya langsung tersentuh saat Nona kebingungan seperti itu. Bagaimana mungkin orang cantik macam Nona bisa kehilangan arah."
"Ya, aku sendiri juga tidak tahu bagaimana aku bisa tersesat seperti itu."
"Apa Nona diculik seseorang?" tanyanya yang membuat Eva nyaris terlonjak.
Ia ingin bilang bahwa dirinya diculik oleh iblis tampan. Sayang, kata-kata itu tertahan di pangkal tenggorokannya. "S-saya tidak diculik. Saya hanya sedang berjalan-jalan, lalu saya kehilangan arah," bohongnya.
Eva sudah memutuskan untuk tidak menceritakan soal pria itu. Biarlah ini menjadi rahasia yang dibawa sampai ia mati. Lagipula, manusia macam Benedict pasti akan menghalalkan segala cara untuk lepas dari polisi, kan? Jadi, apa gunanya ia pergi ke kantor polisi sekarang?
Selama perjalanan, pria itu mengajak Eva berbincang-bincang. Eva sedikit tenang berbicara dengan pria itu. Setidaknya pria itu berusaha memahami perasaannya, tidak seperti yang satu itu.
"Nona, apa Anda sudah mempunyai pacar?" tanya pria itu lagi.
Eva menggeleng. "Tidak, aku masih lajang dan... eh? Sepertinya bukan ini jalan menuju kota?" Dahi Eva berkerut heran.
"Ah, saya berusaha menghindari macet. Jalannya memang sedikit memutar," jelasnya.
"O-oh, begitu rupanya...." Eva terus memerhatikan jalanan yang kian sepi itu. Mendadak perasaannya tidak enak. Apalagi ketika ia merasa mobil itu semakin menjauh dari pusat kota.
"T-tuan," panggilnya.
"Ya, Nona Manis?"
"Saya turun di sini saja. Sepertinya saya harus mampir ke suatu tempat," katanya berusaha keras untuk tidak gugup.
Pria itu menepikan mobilnya dan menatap Eva tajam. "Anda ingin berhenti di sini?"
"Ya, terima kasih atas bantuan Anda. Saya tidak akan pernah melupakannya," ucap Eva. Baru ia mau turun, sebelum tangan lelaki itu menahannya. "T-tuan?"
"Nona, apa Anda tidak pernah diajari sopan santun? Anda tentu harus membayar balik jika sudah diberi bantuan," ucapnya sambil menyentuh wajah gadis itu.
"J-jangan Anda berani, Tuan!" cicitnya takut-takut. Bukannya menjauh, pria itu semakin mendekat pada Eva. Bahkan kini ia berani turun dan menyentuh bagian dada miliknya.
"Sshh, jangan takut, Baby. Aku jamin kau pasti puas." Ketika pria itu semakin mendekat, Eva lebih dulu memukul wajahnya cukup keras. Hal itu menyisakan beberapa detik berharga untuknya kabur. Segera Eva membuka pintu mobil itu dan pergi menjauh dari sana.
"KEMBALI KAU, JALANG! KAU HARUS MEMBAYAR PERBUATANMU!" Dari belakang, pria itu berusaha mengejarnya.
Eva terus menambah kecepatan berlarinya. Tubuhnya sudah lemas akibat pelarian yang sebelumnya dan kini harus kembali kabur lagi. Eva sudah tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Pandangannya berkunang-kunang dan jika ia pingsan di sini, maka inilah akhir hidupnya.
BUK.
Eva tak sengaja menabrak sesuatu yang besar di hadapannya. Ketika ia menengok ke atas, matanya bertemu dengan manik biru laut itu.
"Benedict...." Lalu semua yang ia ingat adalah gelap.
...
Benedict benar-benar kalang kabut saat mengetahui Evangeline kabur dari mansion miliknya. Ia nyaris membunuh semua bodyguard-nya sebelum tangan Dion menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...