Chicago, Illinois, United States of America.
6 p.m CT"Papapapa!" Seorang bayi laki-laki tengah berceloteh di samping kakeknya. "Papa no no!"
Matthew terkekeh pelan. "Kau tidak ingin melihat saham perusahaan ibumu? Felix, cepat atau lambat kau pasti akan mewarisi Agnello Company."
"No no, Papa!" Felix menggeleng tegas. Sang kakek yang melihat tingkah gemas cucu itu hanya tertawa.
"Itu karena dia belum mengerti, Dad." Eva yang baru saja kembali dari kantor mengecup pipi ayah mertuanya. Pandangan gadis itu kemudian beralih pada bayi berusia satu tahun tersebut. "Grandpa menyuruhmu melihat yang aneh-aneh lagi, ya?"
"Yes yes, Mimi." Felix mengangkat kedua tangannya, memberi kode untuk digendong oleh Eva.
"Heh, semua pelajaran harus diberikan sejak dini, Eva. Mau bagaimanapun juga, dia ini pewaris," katanya sambil memberi Felix pada Eva.
Eva memutar matanya jengah. Ayah mertuanya ini memang gemar sekali membuat Felix kesal. Entah berapa kali Matthew menggoda Felix sampai membuatnya menangis. Meski begitu, Eva tetap senang Matthew berada di antara mereka.
Pria itu yang setia berada di sisi Eva saat dirinya baru-baru melahirkan. Matthew yang sudah jauh lebih berpengalaman memang mengerti caranya menenangkan ibu yang terkena baby blues juga bayi yang rewel.
Selain itu, Matthew juga yang menjaga Felix saat dirinya tidak ada. Dengan senang hati pria paruh baya itu menemani sang cucu hingga berjam-jam. Padahal Matthew sendiri sulit sekali bangkit dari tempat tidurnya. Namun, rasa sayangnya pada Felix dan Eva jauh lebih besar dari penyakitnya.
Sepertinya ... Matthew ingin sedikit menebus kesalahannya dulu.
Eva melirik pergelangan tangannya. Ini sudah hampir waktunya untuk makan malam. Dia harus membuat makanan untuk bayinya satu itu.
"Felix dengan Grandpa dulu, ya? Mommy akan menyiapkan makanan untuk kalian."
"Papa?" balasnya dengan wajah yang teramat polos.
Eva sungguh gemas dengan tingkah bayinya yang satu itu. "Iya, dengan Grandpa, Sayang," ucapnya sambil mencubit pelan pipi Felix.
"Papa!" Felix mengangkat kedua tangannya dan mulai merangkak menuju Matthew. Eva akhirnya menaruh putranya itu tepat di sebelah sang kakek. Dengan cepat, Felix berbaring nyaman di sana.
Wanita itu lalu keluar dari kamar Matthew untuk mempersiapkan makan malam. Sementara Matthew sudah bermain-main lagi bersama Felix.
"Dada?" ucap Felix tiba-tiba. Tangan mungil itu menunjuk ke arah jendela yang terbuka, memerlihatkan langit yang berubah jingga. "Dadada!"
"Ada apa, Boy?" Matthew menoleh ke arah cucunya itu. "Kau sudah lapar?"
"No no, Papa!" Jemari kecil Felix kembali menunjuk ke arah langit. "Dada!"
Mata biru laut pria itu menengok ke arah jari cucunya menunjuk. Sedetik kemudian, ia baru paham apa maksud dari Felix. "Kau merindukan ayahmu, ya, Sayang?"
"Dadadada!"
Matthew terkekeh mendengar bahasa bayi satu itu. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Pria itu ... juga sangat merindukan putra semata wayangnya. "Grandpa juga merindukannya, Boy. Tapi, Benedict pasti juga sudah berbahagia di surga sana. Mungkin saja dia tengah mengobrol bersama nenekmu. Ah ... sepertinya sebentar lagi."
Felix tidak menanggapi kakeknya. Dia hanya sibuk berceloteh riang sembari menunjuk-nunjuk ke arah langit. "Papa go?" tanyanya tiba-tiba.
"Hm? Apa maksudmu sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...