Hoooeekk ....
Setiap pagi seakan menjadi rutinitas bagi Eva untuk tiba-tiba mual. Meski sudah minum obat dan beristirahat cukup, tetap saja itu tidak berguna. Eva selalu berlari ke toilet dan memuntahkan seluruh isi perutnya di sana.
Ini sangat aneh. Nyaris tidak pernah Eva sakit sampai berhari-hari seperti ini. Ia rasa, persidangan Benedict juga tak begitu memengaruhinya. Itu artinya ada hal lain yang membuat Eva bisa seperti ini.
"Nona, apa perlu kita periksa ke dokter?" tanya Dion penuh kekhawatiran. Sudah yang kesekian kalinya Eva muntah-muntah.
Eva menggeleng pelan. "Mungkin nanti, Dion. sebaiknya aku lebih beristirahat lagi."
"Baik. Akan saya ambilkan obat untuk Anda," katanya sambil berjalan keluar dari kamar itu.
Gadis bernetra kehijauan itu kemudian keluar dari kamar mandi. Pikirannya terus melayang pada keanehan yang terjadi di tubuhnya. Eva memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa mengakibatkan keanehan ini. Yang ia ingat, ia tak pernah melakukan apapun yang ....
Tunggu sebentar!
Buru-buru Eva melihat kalender yang berada di nakas. Ia harap dugaannya salah, namun sepertinya itu langsung pupus. Sudah terlambat lebih dari dua minggu dari masa menstruasinya. Apakah mungkin dia ... hamil?
"Nona, ini obat untuk Anda." Dion masuk seraya memberikan tablet untuk Eva. "Sebaiknya setelah ini Anda isti–"
"Dion," panggil Eva memotong pembicaraan pria itu. "Sepertinya ada hal lain yang aku butuhkan."
Dion mengernyitkan dahi heran. "Butuh apa, Nona?"
Eva menelan salivanya gugup. Ia merasa aneh karena percakapan ini seharusnya dia katakan dengan orang yang menghamilinya. Bukan asisten pribadinya. "Sepertinya aku ... hamil ...?"
Mata abu-abu itu melotot saking tidak percayanya. Ha-hamil? Apa Eva pernah melakukan hal 'itu' dengan tuan besarnya? Ah, bukan saatnya untuk memikirkan hal ini. "Apa Nona butuh test pack? Saya bisa membelikannya untuk Anda."
Gadis itu mengangguk patah-patah. Setelah Dion berlari keluar, barulah Eva bisa duduk. Ia merasa kakinya saat lemas saat ini. Kenyataan bahwa dirinya–kemungkinan besar–hamil sangat mengejutkan.
Dalam otaknya berisi ribuan pertanyaan tentang bagaimana ia harus memberitahukan Benedict? Tentu Eva tidak bisa mengugurkan kandungan ini, kan?
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Dion kembali sambil membawa beberapa jenis test pack. "Ka-katanya i-ini yang paling bagus," ujarnya sambil memberi benda itu pada Eva.
"Terima kasih banyak, Dion," balas Eva sembari menerima testpack darinya. Segera saja gadis itu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeceknya. Gadis itu benar-benar gemetaran menunggu hasilnya. Beberapa menit kemudian, terlihat jelaslah apa yang terjadi.
Dua garis biru.
Eva nyaris tak berkedip menatap benda panjang yang ada di tangannya. Ia keluar dari kamar mandi dan menatap Dion lesu. "Positif ...."
Dion mengusap mulutnya kasar. Ia tak menyangka di akhir rencana ini muncul sesuatu yang tak terduga. Tentu ia tak bisa menggugurkan kandungan ini apa pun alasannya. Anak ini ... dia sama sekali tak berdosa.
"Nona, sepertinya kita harus pergi ke dokter kandungan," ucap Dion akhirnya. "Saya akan segera menyiapkan mobil."
Eva tak menjawab perkataan Dion iti. Ia menatap perutnya seraya mengelusnya pelan. Apa ... yang harus ia perbuat terhadap anak ini?
...
"Usia kandungan Anda baru memasuki minggu kelima. Anda harus bisa lebih menjaga tubuh Anda agar tidak mudah stres dan lebih memerhatikan asupan pola makan," jelas dokter tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...