"Ugh, aku sangat membenci gadis yang terus menempel di sisi Tuan Benedict," geram seorang wanita.
Teman-teman lainnya langsung serempak menoleh ke arah wanita itu. "Kenapa?" tanya salah satu dari mereka.
"Tidakkah kau menyadarinya? Tuan Benedict hanya memerhatikan wanita itu seorang! Padahal dia biasa saja dan tidak ada yang spesial darinya, tapi kenapa pria itu bisa mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi?"
"Yah, mungkin dia memang layak, Carla. Lagipula menjadi seorang sekretaris Mr. Alger pasti akan selalu berada di dekat beliau. Kenapa kau sangat memusingkan hal itu?" Danisha memutar matanya kesal.
Carla melotot pada gadis itu. "Kau ini benar-benar tidak merasa aneh, ya? Coba perhatikan baik-baik. Dia masuk dan menjadi sekretaris Tuan Benedict langsung! Aku bahkan tak pernah mendengar bahwa Tuan Benedict berencana memiliki sekretaris baru."
"Kau benar, Car. Aku juga merasa ada yang aneh. Tidak mungkin Tuan Benedict membuat keputusan besar seperti itu. Apa mungkin ...."
"Mungkin apa, Mara?"
"Mungkin dia menjual diri pada Tuan Benedict."
Para wanita itu menganga mendengarnya. Itu masuk akal. Secara Benedict adalah pria tampan kaya raya. Bisa saja wanita itu menjampi-jampinya hingga ia mau memekerjakannya.
"Masuk akal!" cetus Carla. "Aku rasa memang wanita jalang itu menggoda Benedict untuk bisa menjadi sekretarisnya. Huh, dia memang terlihat murahan."
Semua kata-kata itu terdengar panas di telinga Eva. Kenapa wanita itu senang sekali bergosip tentang sesuatu yang belum tentu benar? Apa mereka tak punya kesibukan lain selain membicarakan orang lain?
Hah, dasar menyebalkan!
"Jangan dengarkan," ucap Dion datar. Pria itu sedang menyeduh teh untuknya dan Eva. "Itu risiko wanita yang bekerja di sebelah Tuan Benedict. Itulah mengapa tidak ada wanita yang bertahan bekerja bersama beliau."
Eva menelan ludahnya gugup. "Y-ya, aku tahu itu."
Dion menatap wanita itu dan memberi secangkir teh untuknya. "Mereka tak pernah segan untuk melakukan apapun demi mencapai ambisi mereka. Tapi, Anda tidak perlu takut."
Tidak perlu takut? Apa Dion sadar dengan ucapannya? Berurusan dengan para wanita ular itu mengerikan! Mereka bisa melakukan apa saja dengan Eva seorang. Hah, dia jedi menyesal menerima pekerjaan ini.
"Anda sudah selesai? Kalau sudah, sebaiknya kita kembali ke ruangan Tuan Benedict," ajak pria itu sembari menatap arloji di tangannya.
"Aku mau ke toilet sebentar. Kau boleh duluan," pamit Eva dan berlari kecil ke arah toilet yang berada tak jauh dari sana. Gadis itu masuk ke bilik yang masih kosong untuk buang air kecil.
Ia menghabiskan waktu cukup lama di dalam bilik itu. Rasa takut mendadak menyelimuti hatinya. Eva benar-benar tak bisa berpikir tentang apa yang mungkin terjadi. Gadis-gadis itu bisa saja mengincarnya karena ia bekerja bersama Benedict.
Eva menarik napasnya dalam-dalam. Tidak ... dia tidak boleh takut. Kalau wanita-wanita itu melakukan sesuatu padanya, ia juga harus bisa melawan. Ya, Eva tidak boleh jadi gadis yang lemah lagi.
Itu yang ia harapkan.
"Wah, lihat siapa yang ada di sini." Sebuah suara cempreng terdengar saat Eva baru keluar dari bilik toiletnya. Terlihat tiga orang wanita berdiri dengan tangan terlipat sambil menyeringai keji.
Jantung Eva berdegup cepat. Ia ingat betul bahwa ini adalah suara yang ia dengar barusan. Mereka adalah gadis yang sangat membenci keberadaan Eva.
"M-maaf, apa kalian punya urusan denganku?" tanya Eva sedikit gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
Fiksi UmumALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...