AGAPE(18): Mother's Memorial

344 13 1
                                    

Sudah beberapa lama sejak kejadian itu. Eva sendiri sudah bisa kembali bekerja meski Benedict terus-terusan melarangnya. Pria itu meminta Eva di rumah saja hingga dirinya merasa benar-benar lebih baik. Namun, Eva menolaknya. Ia bersikeras untuk kembali bekerja bersama Benedict.

Rumor itu tersebar cepat di kantor De Alger Airlines. Semua orang mendadak membicarakan kasus yang terjadi pada tempat kerja mereka. Tak hanya itu, media juga banyak memberitakan kejadian korupsi kantor maskapai terbaik itu. Dunia mendadak heboh mendengarnya.

Beruntung nama Eva tidak ikut terseret karena hal tersebut. Benedict sepertinya mati-matian menyembunyikan identitas gadis itu.

"Benedict, ini berkas mengenai izin pembangunan pabrik baru," ujar Eva sembari menyerahkan berkas itu pada Benedict.

Benedict melirik pada berkas yang Eva beri. "Taruh saja di sana," katanya kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Eva menuruti perintah pria itu. "Kau tidak akan melaporkannya?" tanya Eva tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" Benedict menghentikan sementara pekerjaannya dan berganti menatap wanita itu dengan dahi berkerut.

"Yah, bukankah orang yang memberimu izin ini adalah salah satu pejabat yang menerima suap? Itu sudah seharusnya kita laporkan, bukan?"

Seringaian tipis terbentuk di bibir pria berambut cokelat gelap itu. "Untuk apa? Toh, pejabat seperti itu ada banyak sekali di dunia ini. Percuma saja menangkap satu hanya akan menumbuhkan seribu lainnya."

"Tapi, itu bukan hal yang benar, Benedict."

"Selama dia tidak berurusan dengan kita, biarkan saja. Lagipula, memang banyak orang yang memilih untuk menyuap pejabat demi mendapat jalan pintas," ujarnya sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.

Eva menghela napasnya berat. Terbiasa hidup di lingkungan yang religius membuatnya belajar untuk berkata hal yang benar. Meski terasa menyakitkan, kebenaran tetap harus dikatakan. Namun, setelah ia keluar dari panti itu, ia semakin sadar bahwa dunia memilih untuk membela yang salah selama itu menguntungkan mereka.

Sungguh sebuah ironi.

"Eva, sepertinya kita harus membuat janji kembali dengan Aksara Bourge. Kau boleh menghubungi sekretarisnya untuk mulai membahas ini," kata Benedict yang membuyarkan Eva dari lamunannya.

"Ah ... baik. Akan aku laksanakan," ucapnya sebelum keluar dari ruangan itu.

Eva memutuskan berjalan menghampiri Dion yang sedang berada di kafetaria. Ketika gadis itu sampai, ia langsung menjatuhkan kepalanya di meja. "Hah, aku benar-benar bosan."

Pria bermata keabuan itu mengerutkan dahinya heran. Kenapa pula wanita ini datang dan mengeluh padanya? "Anda baik-baik saja, Nona?"

Eva mengangkat kepalanya dan menatap pada Dion intens. "Kau tahu, sepertinya Benedict benar-benar aneh! Dia tidak ingin aku melakukan apapun. Sedari tadi aku hanya duduk diam dan memerhatikannya seperti orang tolol. Paling aku hanya diminta mengambil beberapa berkas dan menghubungi sekretaris Mr. Bourge."

Mendengar ocehan Eva membuat Dion mendengus pelan. Astaga, apa Eva tidak tahu bahwa pekerjaannya itu adalah impian semua orang? Kapan lagi kau digaji meski tidak melakukan apapun? Hei, Dion akan memberikan segalanya demi bisa mendapat posisi Eva itu!

"Sepertinya Tuan Benedict ingin agar Nona tidak terlalu berpikir berat. Anda mengalami kejadian yang cukup mengerikan dan mungkin Anda memang butuh istirahat."

"Aku sudah istirahat cukup," Eva mengerucutkan bibirnya dua senti ke depan. "Bagiku kejadian yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang, aku hanya ingin melanjutkan hidupku dan berupaya untuk bahagia."

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang