AGAPE (32): First Trial

399 17 0
                                    

Setelah melalui interogasi yang begitu singkat, Benedict Alger akhirnya mengakui pembunuhan yang telah ia lakukan. Berdasarkan keterangan polisi, pria dua puluh delapan tahun itu melakukannya karena mengira sang ibu berselingkuh. Kesalahpahaman ini akhirnya sukses membuat Victoria Alger meregang nyawa.

Selain kasus pembunuhan, Benedict juga mengaku telah menculik dan memerkosa seorang wanita. Chicago Police Department telah mengonfirmasi kebenaran pengakuan ini. Wanita yang Benedict culik akan memberikan kesaksiannya dalam sidang nanti.

Jaksa yang menangani kasus ini, Mr. Timothy Corbin juga mengatakan bahwa Benedict Alger tidak akan mendapat hukuman ringan mengingat banyaknya pelanggaran yang telah ia perbuat.

Akibat dari kasus ini, terjadi penurunan saham yang amat drastis atas perusahaan De Alger Airlines. Publik secara bersama-sama mengecam dan memboikot perusahaan ini. Atas kasus yang terjadi pada Benedict Alger, diperkirakan kerugian akan mencapai jutaan dolar.

PRANG.

Sekali lagi benda yang ada di tangan Matthew menjadi korban amarah pria itu. "Benar-benar bajingan," umpat Matthew kesal. "Kenapa jaksa itu tidak menghentikan kasus ini?!"

Dean hanya menatap pecahan gelas yang berhamburan itu datar. Ia sudah terbiasa sekali dengan sikap meledak-ledak Matthew yang amat parah.

"Saya sudah memeriksanya, Sir. Sepertinya ada orang yang menghalangi sehingga kita tidak bisa menutup jaksa itu," jelas Dean.

Sialan. Benar-benar sialan bagi Matthew. Ia tahu anaknya itu tidak akan membiarkan Matthew menyelesaikan dengan caranya sendiri. Benedict adalah orang yang rela melakukan apa pun bahkan jika harus melakukan tindakan tak masuk akal.

"Dean, aku harus menemui Benedict sekarang." Matthew segera berdiri dari kursinya dan keluar ruang kerja tersebut.

"Sir, tidak bisa sekarang!" tegas Dean sambil menahan tangan bos besarnya. "Kita harus memasikannya dengan polisi. Tuan Muda sudah pasti menolak siapa saja yang ingin menemuinya."

"Tidak bisa." Matthew memukul dada Dean pelan. "Aku harus bertemu dengan anakku, Dean. Mau bagaimanapun juga, Benedict tetap anakku, darah dagingku dan Victoria," lanjutnya lemah.

Dean tak sanggup berkata-kata lagi. Meski tak pernah menunjukannya, ia tau rasa cinta Matthew pada Benedict sangatlah besar. Mereka berdua ini memang sebelas dua belas. Tak pernah bisa mengungkapkan isi hatinya.

"Saya akan berusaha menghubungi kepolisian Chicago, Sir. Namun, tunggulah sebentar saja," ujar Dean.

Pria bemata biru itu tak menjawab. Ia hanya membiarkan Dean melakukan apa yang harus ia lakukan. Pikirannya hanya melayang pada keselamatan putra semata wayangnya itu. Selama ini mungkin Matthew terlalu abai dengan Benedict. Kesalahan yang dulu ia pikir bisa tertutup sempurna, ternyata tidak juga.

Butuh beberapa lama bagi Dean sampai akhirnya pria itu menyiapkan mobil bagi Matthew. Tak lama, mereka berdua berjalan menuju kantor Chicago Police Department.

Selama perjalanan, terlihat sekali wajah cemas dua pria paruh baya itu. Polisi memang mengizinkan mereka untuk mengunjungi Benedict, tapi tergantung pria itu yang ingin menemui mereka atau tidak.

Dean sendiri juga tidak bisa begitu fokus. Pikirannya terbagi antara jalanan di depan dan kondisi keluarga Tuan Besarnya. Sudah lama ia berusaha mencari tahu soal rencana Benedict dan kini ia baru bisa menyadari semuanya.

Benedict hanyalah anak yang ingin keadilan bagi sang ibu. Ini baru dugaan Dean, tapi sepertinya Benedict telah mengetahui hal yang seharusnya tak ia ketahui.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit sampai mereka tiba di tempat Benedict ditahan. Buru-buru Matthew dan Dean turun dari sana untuk bertemu langsung dengan Benedict.

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang