AGAPE (22): First Promise

335 15 0
                                    

Hari annual meeting akhirnya tiba. Segala persiapan Benedict terkait pertemuan tersebut sudah selesai. Dengan bantuan Dion dan Eva, pria itu bisa menyelesaikannya dengan prima.

"Benedict, ini jas untuk annual meeting kali ini– Ben! Kenapa kau pakai kemeja yang itu?" ucap Eva heran. "Sudah kubilang lebih baik pakai warna putih, jangan hitam. Memangnya kau ingin melayat?"

Benedict tertawa mendengar ocehan gadis itu. Ya, sedari tadi inilah yang Eva lakukan. Gadis itu sibuk mencereweti Benedict soal pakaiannya. Harus pakai ini, harus pakai itu, dan berbagai hal lain yang gadis itu siapkan.

Eva menjentikan jarinya di depan mata Benedict. "Jangan melamun, Ben. Kau harus berangkat dalam tiga puluh menit!"

Pria bernetra biru itu tidak menjawab. Ia malah melingkarkan tangannya di leher Eva dan menghirup aroma bunga itu dalam-dalam. Semakin hari Eva semakin memabukan saja.

"B-ben, apa ya-yang kau lakukan?" tanya Eva tergagap. Ia masih tak terbiasa dengan sikap Benedict yang mendadak lembut seperti ini. "Ja–jangan main-main, Ben. Kita harus cepat."

"Tiga puluh menit itu masih lama, Eva," balas Benedict. "Tahan dulu posisimu, aku masih ingin memelukmu lebih lama lagi."

Gadis itu memutar matanya kesal. Mulailah agenda tidak jelas manusia satu ini. Ia kemudian melepas paksa pelukan pria itu dan berkata, "Agenda peluk memeluk ini masih punya waktu lain. Tapi, annual meeting tidak akan rela menunggumu."

Benedict kembali tertawa mendengar apa kata Eva. "Baiklah, aku akan mengganti bajuku."

"Bagus." Baru Eva mau keluar dari ruangan itu sebelum tangan Benedict kembali menahannya. Eva menatap kesal pria itu. Astaga, apa lagi ini?

"Aku akan mengganti bajuku, asal kau yang memakaikannya," ucap pria itu yang sukses membuat Eva menganga hebat.

"A-apa? Kau gila?"

"Kau mendengar dengan jelas apa kataku. Cepat lakukan agar kita tidak lagi menunda waktu," titahnya tak ingin dibantah.

Perlahan gadis berambut pirang yang disanggul itu mendekati Benedict. Tangannya kemudian melepaskan kancing itu satu per satu. Eva meneguk salivanya tatkala tangannya bersentuhan dengan tubuh Benedict yang terpahat sempurna.

Ya, Tuhan, apa makhluk yang sempurna itu benar-benar ada? Eva jadi membayangkan bagaimana berada di bawah tubuh itu dan–

"Hei, kalau ingin mengagumi tubuhku, kita bisa melakukannya sekarang," bisik Benedict erotis, membuat pipi Eva memerah karena malu.

Sialan. Kenapa dia memikirkan hal menjijikan itu lagi? Seharusnya kejadian itu segera ia hapus dari pikirannya sebelum semakin menjadi.

Setelah selesai memakaikan kemeja itu pada Benedict, mereka mengambil baju hangat mereka dan turun ke bawah untuk menemui Dion. Asisten pribadi itu juga sudah siap di depan mobil Audi hitam kesayangan Benedict.

"Sir, apa kita–"

"Kita langsung saja ke kantor," potong Benedict cepat.

Dion mengangguk patuh. Ia membukakan pintu bagi Tuan Besarnya dan Eva sebelum membawa mobil itu menjauh dari kediaman Benedict Alger.

...

Di saat Benedict presentasi untuk annual meeting-nya, CEO itu melakukannya dengan sangat baik. Semua orang yang ada di ruangan itu sangat terkagum dengan kecakapan Benedict. Apalagi Matthew. Sedari tadi pria paruh baya itu tersenyum tipis melihat putra semata wayangnya.

Eva sendiri tak kalah kagum. Ia semakin yakin bahwa De Alger Airlines memang mempunyai pewaris yang sangat tepat. Eva kadang tak menyangka, pria yang akhir-akhir ini mengalami perubahan sikap drastis, bisa berubah berwibawa seperti itu.

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang