AGAPE (23): Negotiation

312 12 0
                                    

"Senang juga bertemu denganmu, Benedict Alger." Wanita keturunan Amerika-Asia itu tersenyum ke arahnya.

Benedict mengambil tempat duduk di sebelah Xavier, tepat berhadapan dengan Aksara dan Karina di depannya. "Ternyata New York tidak banyak berubah dari terakhir aku ke sini. Bagaimana kabar kalian?"

"Baik, kami sangat baik, Benedict," ucap Aksara. "Sepertinya, kita di sini bukan untuk basa-basi, kan?"

Karina menyikut lengan pria itu pelan. Astaga, bukankah ini yang biasa mereka juga lakukan? Padahal pria itu punya darah keturunan Indonesia, tapi basa-basi saja tidak suka.

CEO De Alger Airlines itu tertawa pelan. "Maafkan aku, Aksara. Sepertinya kita semua kurang pandai berbasa-basi."

"Yah, terserah." Xavier memutar matanya bosan. "Katakan saja apa maksudmu waktu itu."

"Sepertinya maksudku sudah sangat jelas, Lawyer Xavier David," balasnya santai. "Seharusnya kalian paham apa maksudku."

"Kau ingin mengambil alih Agnello Company?" Kini gantian Xander yang bersuara. "Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Benedict?"

Benedict menarik napasnya dalam-dalam. Rencananya memang teramat gila. Ia juga tak tahu apa yang ada di pikirannya sampai berani melakukan hal itu. "Aku ingin perusahaan itu kembali karena ... pewaris mereka sebenarnya masih hidup."

Bagai tersambar petir, mereka semua membelalak saat mendengar kabar dari Benedict.

"Apa maksudmu, Benedict?"

"Pewaris sebenarnya Agnello Company? Dia masih ada?"

"Hei, bagaimana mungkin tidak ada seorang pun yang mengetahui hal itu?"

Beragam pertanyaan terlontar dari bibir mereka semua. "Aku sendiri juga baru mengetahuinya," jawab Benedict. "Yang pasti, orang itu sangat berhak mendapatkan kembali perusahaan milik ayahnya."

"Siapa orang itu, Benedict?" tanya Xavier. "Katakan pada kami siapa dia yang sebenarnya?"

"Teman masa kecilku," balas Benedict cepat. "Jadi, apa ada kemungkinan kita bisa mengembalikan perusahaan itu padanya?"

Mereka berempat terdiam. Keterkejutan itu masih ada saat mengetahui kenyataan bahwa pewaris perusahaan itu masih ada. Perlahan, tangan Karina menyentuh Benedict.

"Benedict, kenapa kau sangat ingin mengembalikan perusahaan itu?" tanya Karina. "Apa dia begitu layak untuk menjalankan perusahaan yang dia tinggalkan untuk waktu lama?"

"Aku sendiri juga tidak tahu," balasnya. "Tapi, setelah dia bekerja bersamaku, aku jadi yakin bahwa dia juga bisa."

"Tunggu dulu!" Xander mengangkat satu tangannya. Matanya memandang tajam pada pria di hadapannya. "Dia orang yang bekerja bersamamu?"

"Ben, jangan bilang ...." Aksara tidak melanjutkan perkataannya. Ia sebenarnya tak ingin percaya apa yang akan ia katakan.

"Ya ... dia adalah Evangeline," jawab Benedict yang benar-benar membuat mereka menganga.

"You gotta be kidding, Man!" Xavier menggebrak meja sambil berdiri. "Semua orang telah menganggap keluarga mereka hancur! Apa kau tidak pernah berpikir berita ini akan mengguncang dunia?!"

Xander menarik lengan kembarannya agar pria itu bisa lebih tenang. "Xavier David, kendalikan amarahmu," tegas sang kakak. "Kita dengar dulu penjelasan Benedict tentang siapa gadis itu sebenarnya."

Pria itu menurut perintah Xander. Ia kemudian kembali duduk dan menatap mata Benedict lekat-lekat. "Jelaskan, Benedict. Jangan ada hal yang kau tutupi lagi atau aku akan membuka rahasia paling gelap De Alger Airlines," ancamnya serius.

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang