AGAPE (12): Curiosity

360 14 0
                                    

"Benedict, kenapa kau begitu terburu-buru?" tanya Eva ketika mereka sudah berada di mobil.

Terlihat ketegangan memenuhi aura pria itu. Ia seakan siap untuk membunuh siapa saja yang berurusan dengannya.

"Aku hanya teringat dengan janji yang sudah aku buat," balas Benedict cuek. Dalam hatinya, ia masih sangat gelisah dengan segala kemungkinan itu. Tidak ... ia tak boleh membuat Eva jatuh di tangan iblis itu.

"Tapi kau bilang tidak ada pertemuan lagi setelah meeting tadi. Apa kau berbohong padaku, Benedict?" selidik gadis itu.

"Itu bukan urusanmu, Evangeline!" hardik Benedict. Mata birunya menatap Eva dengan tajam. "Ingat posisimu. Meski sekarang kau adalah sekretarisku, posisimu tetaplah sebagai tawanan. Kau tidak berhak mencampuri urusanku pribadi."

Eva terlonjak tatkala mendengar Benedict menghardiknya cukup keras. Padahal pria itu sudah nyaris berubah kemarin-kemarin. Entah roh apa yang merasukinya dan membuatnya jadi permarah seperti itu.

Tapi gadis itu akhirnya memilih untuk diam. Dari pada dia lagi yang menjadi tempat amukan Benedict, lebih baik dia menutup mulutnya. Sangat berbahaya bagi siapa pun yang memancing emosi Benedict di saat seperti ini.

Sementara pria di sebelahnya menjadi gelisah tak karuan. Ia seharusnya tahu bagaimana risiko membawa Evangeline ke tempat umum seperti itu. Pasti ayahnya akan langsung mencari tahu hingga ke akar.

Cih. Padahal ia sudah bersusah payah memerbaiki penampilan Eva agar tidak banyak orang yang mencari tahu. Namun, entah bagaimana Matthew akan bisa menemukan semuanya itu.

"Sir, apa Anda ingin mampir?" tanya Dion menyentak Benedict dari lamunannya.

"Tidak. Kita langsung kembali saja, Dion," perintahnya. Asisten pribadi itu mengangguk dan membawa mobil Audi mereka menuju langsung ke kediaman Alger.

Mereka tiba setelah perjalanan nyaris satu setengah jam lamanya. Hari ini jalanan cukup padat hingga mereka terjebak dalam kemacetan beruntun.

Benedict segera turun dan masuk ke rumahnya. Sepertinya pria itu butuh air hangat untuk menenangkan pikirannya. Begitu pula dengan Eva. Gadis itu juga memutuskan untuk langsung pergi ke kamarnya.

Sementara Dion ingin kembali ke apartemennya setelah menaruh kunci mobil Benedict di mansion itu. Ia tahu betul bahwa bos besarnya kembali berseteru dengan sang ayah. Dua ayah anak itu memang seperti anjing dan kucing. Tidak pernah akur.

Pria bernetra abu itu masuk ke mobil miliknya dan segera menuju apartemen milik pria itu. Dalam perjalanan, ia sibuk berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi antara dua bos besar De Alger Airlines. Benedict terlihat begitu marah saat ia keluar dari ruang kerjanya.

Apa ... ini ada kaitannya dengan wanita itu?

Namun, selama ia sibuk berpikir, mata elangnya menangkap sebuah pergerakan aneh dari mobil yang ada di belakangnya. Mobil hitam itu terus mengikuti Dion bahkan hingga ke parkiran bawah tanah.

Sialan! Apa lagi ini?

Pria itu tak langsung keluar dari mobilnya. Ia mengawasi pergerakan mobil hitam itu dari dalam. Sayang, si pemilik mobil juga tak kunjung keluar. Ia terlihat seakan memang menunggu Dion untuk keluar terlebih dahulu.

Dion memutuskan untuk mengikuti permainan manusia penguntit itu. Ia keluar dari mobilnya dan melirik sejenak ke arah parkiran mobil itu. Ada sebuah siluet pria bertubuh gagah yang mengikutinya.

Sengaja Dion berbelok untuk mengecoh pria itu. Tapi sebelum Dion menghajarnya, pria itu sudah lebih dulu menghantamnya ke arah tembok.

"Untuk seukuran pria yang berusia lima puluh-an tahun, tenagamu oke juga, Dad," seringainya keji.

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang