AGAPE (11): At The Party

439 14 1
                                    

Pesta itu diselenggarakan di sebuah hotel mewah milik seorang konglomerat ternama. Eva sedari tadi hanya mengagumi desain interior hotel tersebut. Pasti mahal jika ingin menginap di sana.

Dion menyikut lengan Eva agar gadis itu tidak banyak melamun. "Nona, Anda harus berada di dekat Tuan Benedict."

Eva tersentak. Ia buru-buru menyusul Benedict yang sudah lebih dulu berjalan. Bisik-bisik bisa terdengar tatkala ia mendekat pada Benedict. Semua orang pasti penasaran siapa gerangan gadis yang mengintil di dekatnya.

"Wanita yang berjalan di belakang Benedict Alger itu ... kekasihnya?"

"Ah, mana mungkin kekasihnya. Dia memakai baju seperti pelayan."

"Ya, dia mungkin hanya asisten pribadinya."

"Cih, asisten Benedict yang ku kenal itu hanya Dionysius Randolph yang tampan itu."

"Siapa tahu dia menambah seseorang lagi sebagai asistennya. Kalian ini kenapa julid sekali?"

"Ya, Benedict bebas melakukan apa pun, kan? Sudahlah berhenti bergunjing soal gadis itu."

"Dia cantik sekali."

Mendengar suara itu membuat Eva menunduk. Ia tak suka bila menjadi pusat perhatian semua orang. Itu hanya membuatnya semakin gugup.

Melihat kegugupan gadis itu, membuat Benedict menyejajarkan langkah kakinya dengan Eva. "Jangan gugup," bisiknya. "Angkat kepalamu dan berjalanlah dengan bangga, Evangeline."

Eva mengangguk samar. Ia perlahan mengangkat kepalanya dan berusaha menatap orang-orang itu. Kadang, dia melempar seulas senyuman manis kepada mereka.

"Hei, Benedict!" Seorang pria berkulit sawo matang memanggilnya. "Kemarilah!"

Benedict menghampiri pria itu diikuti oleh Eva. Terlihat tiga orang pria yang seumuran dengan Benedict. Dua di antaranya berwajah sama persis.

"Aih, aku dengar saham De Alger Airlines sudah meningkat sejak berita pesawat itu." Salah seorang pria kembar itu meninju lengan Benedict.

"Benar, Xav. AM Group dengan senang hati akan terus menjalin kerja sama dengan De Alger Airlines," kekeh kembarannya.

Benedict ikut tertawa mendengar penuturan tiga rekan bisnisnya. "Yah, bisa saja tahun ini De Alger akan melebarkan sayapnya ke bidang yang lebih banyak lagi. Dan setelah itu, kalian tidak akan rugi bekerja sama dengan kami."

Keempat pria iru sibuk bercengkrama mengabaikan Eva. Sementara gadis itu sibuk berpikir siapa saja pria yang ada di hadapannya ini. Bukankah tugas Eva adalah mengetahui mereka semua.

Tatapan pria berkulit sawo matang itu pindah ke arah Eva. "Benedict, dari tadi aku penasaran. Siapa gadis yang kau bawa hari ini?"

"Ah, dia menjadi bahan gosip karena berjalan di sebelahmu, bukannya Dionysius," sahut yang lain.

Eva ingin menjawab, namun semua kata tersangkut di pangkal tenggorokannya. Kegugupan memenuhi gadis itu. Ia rasanya ingin segera menghilang dan menjauh dari mereka.

"Ini sekretaris baruku. Namanya Evangeline," jawab Benedict. Ia lalu menyuruh Eva untuk berjabat tangan dengan partner bisnisnya.

"Aksara Bourge." Pria berkulit sawo matang itu berjabat dengan Eva pertama kali. "Yang memakai jas biru tua itu, Xander David dan kembarannya adalah Xavier David."

Eva menelan salivanya gugup. Aksara Bourge, Xander David, dan Xavier David. Mereka bertiga adalah jejeran konglomerat ternama di Amerika serikat. Pewaris De Alger Airlines, Bourge Corp, AM Group, dan pengacara tersukses berada di satu atap yang sama.

AGAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang