Pagi itu seorang pria berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa diikuti oleh asisten pribadinya. Wajah pria itu terlihat tegang menahan amarah yang seakan siap meledak kapan pun. Mereka berdua masuk ke sebuah ruangan rapat.
Di dalam ruangan itu sudah ada empat orang yang menjadi tersangka kasus korupsi perusahaan Benedict dan dua orang polisi.
"Sir! Kenapa kami yang Anda anggap sebagai tersangkanya?!" tanya Carla dengan nada nyaris membentak.
"Ya, kami tidak bersalah, Sir. Apa Anda lupa bahwa saya sudah bekerja sebagai General Manager selama tiga tahun belakangan? Saya ini orang yang bisa Anda percaya!" balas Leon juga.
Benedict tidak menjawab ocehan dua manusia itu. Ia malah berjalan santai mengambil salah satu kursi dan duduk di sana. "Berhenti protes dan lakukan saja prosedur ini."
Kedua orang itu menggeram pelan, tapi mereka tak punya pilihan lain selain menuruti apa kata Benedict. Pada akhirnya mereka semua duduk dan mulai diinterogasi oleh pihak kepolisian.
"Baik kita akan langsung mulai." Detektif itu berdeham pelan. "Carla Valentine, Leo Dale, Mara Andrea, dan Danisha Meza, Anda semua dicurigai sebagai tersangka kasus korupsi di perusahaan De Alger Airlines–"
"Kami menolaknya," tegas Leo. "Sejak awal kami tidak pernah terlibat dalam kasus apa pun. Jangan hanya karena kami yang bekerja langsung, maka Anda sembarangan menuduh kami."
Detektif itu menarik napas dalam sebelum menghembuskannya. Sepertinya hari ini ia harus banyak-banyak sabar dalam menghadapi manusia bebal satu ini. "Kami bukannya menuduh Anda, Mr. Dale. Kami hanya akan menanyakan Anda beberapa pertanyaan."
"Dan kami tidak pernah menangkap seseorang tanpa bukti," sahut rekan detektif itu. Ia lalu menaruh beberapa berkas di sana. "Bukti-bukti yang dikumpulkan ini mengarah pada Anda."
Mata keempat orang itu nyaris melotot saat melihat apa yang ada di hadapan mereka. Banyak foto-foto yang mengarah kepada mereka dan ada juga laporan keuangan yang sudah mereka manipulasi.
Sialan.
"Sir! Ini bukan kami!" tegas Mara.
"Ya, kami tidak pernah melakukan hal sekeji ini," sambung Danisha.
Benedict menggeram pelan. Padahal bukti sudah sangat jelas, tapi mereka masih saja mengelaknya. Dasar bajingan tidak tahu diri!
"Kami punya bukti kesaksiannya, Ms. Andrea dan Ms. Meza. Saksi mengatakan bahwa ia melihat sendiri apa yang Anda perbuat," ucap rekan detektif itu.
Carla mengepalkan tangannya erat. Sial, apa ini kesaksian wanita itu? Apa mereka terlambat menyingkirkannya sebelum ia mengatakan semua pada Benedict? Tidak ... Carla yakin sekali jalang itu bukan pemberani. Dia pasti akan berpikir seribu kali untuk membuka mulut.
"Kejahatan kalian tidak hanya itu," kata Benedict tiba-tiba. "Kalian juga mencoba menyingkirkan satu-satunya saksi dalam hal ini."
"Siapa, Sir? Apa dia orang yang berusaha menjatuhkan kami?" Leo menyeringai tipis. "Sir,siapa pun orangnya, kami tidak pernah punya urusan dengannya."
"Berbohong hanya akan memberatkan hukuman Anda, Mr. Dale," tegas detektif itu. "Akui kejahatan Anda sekarang dan kami akan menindak Anda dengan adil."
"Kami tidak pernah berbohong." Carla melipat tangannya dengan angkuh. "Kami tidak pernah berusaha membunuh sekretaris Anda, Mr. Alger. Sepertinya Anda salah sangka."
Petinggi De Alger Airlines itu menyeringai tipis. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi seraya melipat tangannya. "Sepertinya saya tidak pernah bilang bahwa saksi itu adalah Evangeline."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...