"Bagaimana?" tanya seorang pria.
Wanita yang ada di hadapannya itu menyeringai keji. "Dia sudah disingkirkan."
Serempak mereka semua menghela napasnya lega. Akhirnya manusia yang paling merepotkan itu berhasil mereka singkirkan. Kini, tidak ada lagi orang-orang yang akan menghalangi mereka.
"Hah, jalang itu akhirnya musnah juga," ucap rekannya senang. "Aku sempat khawatir dia akan terus mencari masalah dengan kita."
"Kau khawatir?" tanya wanita itu. "Kenapa kita harus khawatir dengan hama seperti dia? Ingatlah, singa tidak pernah kalah dengan anjing kampung."
Manusia-manusia itu tertawa terbahak mendengarnya. Benar juga, untuk apa takut dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya itu? Hanya buang waktu saja.
"Kalau begitu, kita bisa kembali melanjutkan aksi kita, Sayang. Jalang satu itu sudah menganggu kita tadi siang." Pria itu kemudian mendekat pada wanitanya. Ia mulai mengecup leher wanita itu dan memberikan tanda kepemilikan di sana. Awalnya perlahan, lama-lama semakin panas.
"Cih, sekarang kami yang jadi kambing congek," cibir temannya.
"Yah, kalau begitu kami pergi dulu. Silakan lanjutkan aksi kalian. Jangan lupa pakai kondom," katanya sebelum keluar dari ruangan itu. Kini yang tersisa hanyalah suara desahan kedua orang itu.
...
Dua pria itu berlari menuju tempat pengawasan CCTV. Pikiran Benedict hanya tertuju pada gadis itu. Sungguh, ia tak bisa membayangkan jika Eva kembali merasakan sakit yang begitu mendalam.
"CCTV daerah sana mati," ucap Dion saat menatap rekaman itu satu per satu. "Saya akan berusaha melacak pergerakan mereka dari CCTV yang menyala."
Benedict mengepalkan tangannya erat. Sialan. Orang-orang itu benar-benar sialan. Ingin rasanya Benedict menghancurkan siapa saja yang menyakiti Eva sekarang. Tidak ada satu orang pun yang berhak menyakiti gadisnya.
"Lakukan dengan cepat, Dion," desaknya.
Dion mengangguk. Tangannya sudah bergerak menjelajahi seluruh daerah kantor De Alger Airlines. Di sisi lain, ia juga berusaha menghubungi rekan kepolisian untuk berjaga-jaga meminta bantuan.
"Sir, saya menemukan sesuatu," ujar Dion setelah lima menit mencari. Pria itu menunjuk sebuah pergerakan mencurigakan dari mobil yang menutupi CCTV. "Kita harus mencari tahu soal mobil ini."
Tanpa menunggu lagi, Benedict menghubungi seorang rekan polisi yang sudah ia kenal dekat. "Lucas, aku butuh bantuanmu," ujarnya tanpa basa-basi.
"Aku akan mengirimkan sebuah plat nomor mobil. Berikan padaku dalam waktu kurang dari lima menit," perintahnya sebelum menutup percakapan itu. Hati Benedict semakin tidak tenang. Semua kemungkinan buruk mulai menghantui pikirannya. Sebenarnya ... siapa yang membuat Eva seperti ini?
Kurang dari lima menit, Lucas mengirimkan informasi mengenai mobil itu. Pria itu juga memberitahu kira-kira ke arah mana mobil itu pergi.
"Sir, lokasinya kira-kira tiga puluh menit dari sini," ujar Dion.
Benedict menggeram pelan. Ia akan pastikan tiba dalam waktu lima belas menit. Tidak. Sepuluh menit paling lambat.
Kedua orang itu segera berlari menuju mobil sebelum pergi meninggalkan kantor. Benedict benar-benar menyetir seperti orang kesetanan. Yang sekarang ada di pikirannya hanyalah keselamatan Eva.
"Jika Tuhan-mu memang ada, dia pasti akan menyelamatkanmu, kan?" batinnya dalam hati. "Dia tidak mungkin membiarkanmu yang begitu taat dengan-Nya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAPE
General FictionALGERS #1 18+ 𝘼𝙜𝙖𝙥𝙚, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙙𝙪𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞. 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙥𝙚𝙣𝙜𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖. Benedict Ezekiel Alger, tumbuh besar dengan dendam...